Tuesday, August 31, 2010

Nasihat Berharga Buatmu– “Wahai Puteriku”


Dewasa ini terlalu banyak kemaksiatan dan kemungkaran yang berlaku di kalangan umat. Di samping jenayah besar sehingga jenayah kecil yang kadangkala merisaukan banyak pihak walaupun pada ketika ini usaha yang dilakukan oleh pihak kerajaan mengerahkan tenaga kerja polis agar lebih berada di luar terutama di kawasan-kawasan yang panas yang boleh mendatangkan risiko besar dalam penghasilkan jenayah berlaku. Hasilnya apa yang masih dinantikan adalah kadar jenayah sepatutnya semakin menurun dari semasa ke semasa kerana setiap penduduk Malaysia menginginkan kesejahteraan dan keharmonian hidup tidak kira bagi siapa sahaja status diri, agama dan bangsa.

Untuk entri artikel kali ini penulis lebih ingin menyentuh isu yang berkait dengan kemungkaran dan kemaksiatan yang berlaku membabitkan pasangan muda mudi harapan agama, bangsa dan negara. Dengan isu pembuangan bayi (seperti kita telah kembali ke zaman jahiliyah lampau), pemerdagangan manusia, zina, khalwat, sumbang mahram dan seribu satu kes yang tidak lepas daripada membabitkan insan yang bergelar muslimah, akhwat, wanita, perempuan mahupun gadis atau puteri dalam kiasan lembutnya. Inilah nasihat buat kalian yang wajar kalian dengar luahan isi hati seorang yang bergelar ayah terhadap anak-anak gadis dan puteri buah hatinya.



Puteriku tercinta! Aku seorang yang telah berusia hampir lima puluh tahun. Hilang sudah masa remaja, impian dan khayalan. Aku telah mengunjungi banyak negeri, dan berjumpa dengan banyak orang. Aku juga telah merasakan pahit getirnya dunia. Oleh kerana itu dengarkanlah nasihat-nasihatku yang benar lagi jelas, berdasarkan pengalaman-pengalamanku, yang belum pernah engkau dengar dari orang lain sebelumnya.


Kami telah menulis dan mengajak kepada perbaikan moral, menghapus kejahatan dan mengekang hawa nafsu, sampai pena tumpul, dan mulut letih, tetapi kami tidak menghasilkan apa-apa. Kemungkaran tidak dapat kami banteras, bahkan semakin bertambah, kerosakan telah berleluasa, para wanita keluar dengan pakaian merangsang, terbuka bahagian lengan, betis dan lehernya. Kami belum menemukan cara untuk memperbaiki, kami belum tahu jalannya. Sesungguhnya jalan kebaikan itu ada di depanmu, puteriku! Kuncinya berada di tanganmu.


Benar bahwa lelakilah yang memulai langkah pertama dalam lorong dosa, tetapi bila engkau tidak setuju, laki-laki itu tidak akan berani, dan andaikata bukan lantaran lemah gemalaimu, laki-laki tidak akan bertambah parah. Engkaulah yang membuka pintu, kau katakan kepada si pencuri itu : silakan masuk … ketika ia telah mencuri, engkau berteriak : Pencuri …! Tolong … tolong… saya kecurian.


Demi Allah … dalam khayalan seorang pemuda tak melihat gadis kecuali gadis itu telah ia telanjangi pakaiannya.

Demi Allah … begitulah, jangan engkau percaya apa yang dikatakan laki-laki, bahwa ia tidak akan melihat gadis kecuali akhlak dan budi bahasanya. Ia akan berbicara kepadamu sebagai seorang sahabat.

Demi Allah … ia telah bohong! Senyuman yang diberikan pemuda kepadamu, kehalusan budi bahasa dan perhatian, semua itu tidak lain hanyalah merupakan perangkap rayuan ! setelah itu apa yang terjadi? Apa, wahai puteriku? cuba kau pikirkan!


Kalian berdua sesaat berada dalam kenikmatan, kemudian engkau ditinggalkan, dan engkau selamanya tetap akan merasakan penderitaan akibat kenikmatan itu. Pemuda tersebut akan mencari mangsa lain untuk diterkam kehormatannya, dan engakulah yang menanggung beban kehamilan dalam perutmu. Jiwamu menangis, keningmu tercoreng, selama hidupmu engkau akan tetap berkubang dalam kehinaan dan keaiban, masyarakat tidak akan mengampunimu selamanya.


Bila engkau bertemu dengan pemuda, kau palingkan muka, dan menghindarinya. Apabila ada lelaki pengganggumu melalui perkataan atau tangan yang menggatal, kau lepaskan sepatu dari kakimu lalu kau lemparkan ke kepalanya, bila semua ini engkau lakukan, maka semua orang di jalan akan membelamu. Setelah itu anak-anak nakal itu takkan mengganggu gadis-gadis lagi. Apabila anak laki-laki itu menginginkan kebaikan maka ia akan mendatangi orang tuamu untuk melamar.



Cita-cita wanita tertinggi adalah perkawinan. Wanita, bagaimanapun juga status sosial, kekayaan, populariti, dan prestasinya, sesuatu yang sangat didamba-dambakannya adalah menjadi isteri yang baik serta ibu rumah tangga yang terhormat. Tak ada seorangpun yang mau menikahi pelacur, sekalipun ia lelaki hidung belang, apabila ia akan menikah tidak akan memilih wanita jalang (jahat). Akan tetapi ia akan memilih wanita yang baik karena ia tidak rela bila ibu rumah tangga dan ibu putera-puterinya adalah seorang wanita yang bermoral dan berakhlak.


Sesungguhnya krisis perkawinan terjadi disebabkan kalian kaum wanita! Krisis perkawinan terjadi disebabkan perbuatan wanita-wanita sia-sia, sehingga para pemuda tidak memerlukan isteri, akibatnya banyak para gadis berusia cukup untuk nikah tidak mendapatkan suami.


Mengapa wanita-wanita yang baik belum juga sedar? Mengapa kalian tidak berusaha memberantas malapetaka ini? Kalianlah yang lebih patut dan lebih mampu daripada kaum laki-laki untuk melakukan usaha itu karena kalian telah mengerti bahasa wanita dan cara menyedarkan mereka, dan oleh karena yang menjadi korban kerosakan ini adalah kalian, para wanita mulia dan beragama.


Maka hendaklah kalian mengajak mereka agar bertakwa kepada Allah, bila mereka tidak mau bertakwa, peringatkanlah mereka akan akibat yang buruk dari perzinaan seperti terjangkitnya suatu penyakit. Bila mereka masih membangkang maka beritahukan akan kenyataan yang ada, katakan kepada mereka : kalian adalah gadis-gadis remaja putri yang cantik, oleh karena itu banyak pemuda mendatangi kalian dan berebut di sekitar kalian, akan tetapi apakah keremajaan dan kecantikan itu akan kekal? Semua makhluk di dunia ini tidak ada yang kekal. Bagaimana kelanjutannya, bila kalian sudah menjadi nenek dengan punggung bongkok dan wajah kerepot? Saat itu, siapakah yang akan memperhatikan? Siapa yang akan menaruh simpati?


Tahukah kalian, siapakah yang memperhatikan, menghormati dan mencintai seorang nenek? Mereka adalah anak dan para cucunya, saat itulah nenek tersebut menjadi seorang ratu ditengah rakyatnya. Duduk di atas singgahsana dengan memakai mahkota, tetapi bagaimana dengan nenek yang lain, yang masih belum bersuami itu? Apakah kelezatan itu sebanding dengan penderitaan di atas? Apakah akibat itu akan kita tukar dengan kelazatan sementara?


Dan berilah nasehat-nasehat yang serupa, saya yakin kalian tidak perlu petunjuk orang lain serta tidak kehabisan cara untuk menasihati saudari-saudari yang tersesat dan patut dikasihani. Bila kalian tidak dapat mengatasi mereka, berusahalah untuk menjaga wanita-wanita baik, gadis-gadis yang sedang tumbuh, agar mereka tidak menempuh jalan yang salah.




Saya tidak minta kalian untuk mengubah secara drastik mengembalikan wanita kini menjadi wanita berkepribadian muslimah yang benar, akan tetapi kembalilah ke jalan yang benar setapak demi setapak sebagaimana kalian menerima kerosakan sedikit demi sedikit. Perbaikan tersebut tidak dapat diatasi hanya dalam waktu sehari atau dalam waktu singkat, melainkan dengan kembali ke jalan yang benar dari jalan yang semula kita lewati menuju keburukan walaupun jalan itu sekarang telah jauh, tidak menjadi soal, orang yang tidak mahu menempuh jalan yang jauh yang hanya satu-satunya ini, tidak akan pernah sampai.


Kita mulai dengan membanteras pergaulan bebas, (kalaupun) seorang wanita membuka wajahnya tidak bererti ia boleh bergaul dengan laki-laki yang bukan mahramnya. Istri tanpa tutup wajah bukan bererti ia boleh menyambut kawan suami di rumahnya, atau menyalaminya bila bertemu di kereta, bertemu di jalan, atau seorang gadis berjabat tangan kawan lelaki di sekolah, berbincang-bincang, berjalan seiring, belajar bersama untuk ujian, dia lupa bahwa Allah menjadikannya sebagai wanita dan kawannya sebagai lelaki, satu dengan lain dapat saling terangsang. Baik wanita, lelaki, atau seluruh penduduk dunia tidak akan mampu mengubah ciptaan Allah, menyamakan dua jenis atau menghapus rangsangan seks dari dalam jiwa mereka.


Mereka yang menggembar-gemburkan feminisma dan pergaulan bebas atas kemajuan adalah pembohongan bila dilihat dari dua sebab :


Pertama : karena itu semua mereka lakukan untuk kepuasan pada diri mereka, memberikan kenikmatan-kenikmatan melihat angota badan yang terbuka dan kenikmatan-kenikmatan lain yang mereka bayangkan. Akan tetapi mereka tidak berani berterus terang, oleh karena itu mereka bertopeng dengan kalimat yang mengagumkan yang sama sekali tidak ada artinya, seperti kemajuan, modenisasi, kehidupan kampus, dan ungkapan-ungkapan yang lain yang kosong tanpa makna bagaikan gendang yang dipukul bertalu-talu.


Kedua : mereka berbohong oleh karena mereka berimamkan pada Eropah, menjadikan Eropah bagaikan kiblat, dan mereka tidak dapat memahami kebenaran kecuali apa-apa yang datang dari sana, dari Paris, London, Berlin dan New York. Sekalipun berupa dansa, pornografi, pergaulan bebas di sekolah, buka aurat di kawasan awam dan telanjang di pantai (atau di kolam renang). Kebatilan menurut mereka adalah segala sesuatu yang datangnya dari timur, sekolah-sekolah Islam dan masjid-masjid, walapun berupa kehormatan, kemuliaan, kesucian dan petunjuk. Kata mereka, pergaulan bebas itu dapat mengurangi nafsu birahi, mendidik watak dan dapat menekan nafsu seksual, untuk menjawab ini saya limpahkan pada mereka yang telah mencuba pergaulan bebas di sekolah-sekolah, seperti Rusia yang tidak beragama, tidak pernah mendengar para ulama dan pendeta. Bukankah mereka telah meninggalkan percubaan ini setelah melihat bahwa hal ini amat merosakkan?




Saya tidak berbicara dengan para pemuda. Saya tidak ingin mereka mendengar. Saya tahu, mungkin mereka menyanggah dan mencemuhkan saya karena saya telah menghalangi mereka untuk memperoleh kenikmatan dan kelezatan. Akan tetapi saya berbicara kepada kalian puteri-puteriku. Wahai puteriku yang beriman dan beragama! Puteriku yang terhormat dan terpelihara ketahuilah bahwa yang menjadi korban semua ini bukan orang lain kecuali engkau.


Oleh karena itu jangan berikan diri kalian sebagai korban iblis. Jangan dengarkan ucapan mereka yang merayumu dengan pergaulan yang alasannya, hak asasi, modenisasi, feminisme dan kehidupan kampus. Sungguh kebanyakan orang yang terkutuk ini tidak beristeri dan tidak memiliki anak, mereka sama sekali tidak peduli dengan kalian selain untuk pemuas kelezatan sementara. Sedangkan saya adalah seorang ayah daripada empat orang gadis. Bila saya membela kalian, bererti saya membela puteri-puteriku sendiri. Saya ingin kalian bahagia seperti yang saya inginkan untuk puteri-puteriku. Sesungguhnya tidak ada yang mereka inginkan selainmemperkosa kehormatan wanita, kemuliaan yang tercela tidak akan bisa kembali, begitu juga martabat yang hilang tidak akan dapat ditemukan kembali.


Bila anak puteri jatuh, tak seorangpun di antara mereka mahu menyingsingkan lengan untuk membangunkannya dari lembah kehinaan. Yang engkau dapati mereka hanya memperebutkan kecantikan si gadis, Apabila telah berubah dan hilang, mereka pun lalu pergi menelantarkannya persis seperti anjing meninggalkan bangkai yang tidak tersisa daging sedikitpun.


Inilah nasihatku padamu, puteriku. Inilah kebenaran. Selain ini janganlah engkau percayai. Sedarlah bahwa di tanganmulah, bukan di tangan kami kaum laki-laki, kunci pintu perbaikan. Bila mahu perbaikilah diri kalian, dengan demikian umat pun kan menjadi baik.

(wallahul musta’an).


Karya Ali-Thanthawi

علي الطنطاوي

Penterjemah: Abdullah

Editor: Munir F. Ridwan – Muhammadun Abdul Hamid


Sunday, August 29, 2010

Ramadhan Al-Mubarak, Tazkirah & Isu Berbangkit..



Alhamdulillah, hari ini telah 20 hari kita umat Islam menunaikan kewajipan berpuasa sepertimana yang telah difardhukan atas individu yang bergelar diri sebagai muslim. Apabila datang perintah kewajipan yang merangkap rukun Islam yang ketiga ini maka bagi sesiapa yang merasakan dirinya hamba Allah pastinya kena akur dan patuh dalam melakukan prkara yang telah diperintahkan. Tetapi barangsiapa yang tidak merasakan dirinya berada dalam kategori tersebut maka ianya pasti akan terus diingkari dengan tidak merasakan sebarang penyesalan di hati.


TAZKIRAH RAMADHAN

Sepanjang bulan Ramadhan kali ini surau tempat penulis bermastatutin juga sama seperti surau, madrasah ataupun masjid yang lain tetap diimarahkan dengan solat sunat terawih secara berjemaah. Pada awal ramadhan bilangannya melimpah ruah dan kini hanya tinggal 3 hingga 4 saf sahaja. Berbanding hari pertama dibanjiri oleh puluhan ahli qariah yang mana sewaktu tazkirah malam pertama ustaz Farid mengatakan inilh kali pertama sepanjang ustaz member pengajian atau tazkirah malam di surau berkenaan bilangannya melebihi daripada biasa. Alhamdulillah, pendekatan yang diambil oleh jawatan kuasa surau ini dengan mengadakan solat sunat terawih dengan disulami majlis tazkirah setelah 4 rakaat bagi penulis sebenarya lebih dituntut berbanding terus menunaikan 21 rakaat tanpa henti kerana keadaan masyarakat kini sebenarnya perlukan lebih banyak peringatan lebih kepada agama. Tambahan pula dengan keadaan masyarakat kini yang semakin menggerun dan membimbangkan. Jenayah bukan lagi perkara biasa. Bunuh, buang bayi, zina dan seribu satu perkara mungkar dan maksiat yang merangkap juga kepada jenayah amat-amat membimbangkan.


Apa yang penulis ingin kongsikan di sini adalah berkaitan dengan satu isu yang semalam ditimbulkan oleh seorang ustaz jemputan. Penulis sendiri tidak dapat pastikan nama al-fadhil ustaz tetapi rasanya ustaz yang diberi tauliah seperti yang diperkatakan oleh dirinya. Bab yang disentuh dalam tazkirah semalam adalah berkaitan dengan wudu’. Jemaah dibawa menelusuri keadaan diri masing-masing sekiranya berlaku kiamat kecil yakni kematian dalam diri masing-masing dan perkara pertama akan dihitung adalah solat. Cuba bayangkan sekiranya parkara pertama ini yang dihitung dalam alam kubur tidak diterima oleh Allah setelah sepanjang umur yang diberi oleh Allah maka sia-sialah pengamalan apa yang dikerjakan selaku tiang agama ini jika bagi Allah ianya tidak bernilai. Mungkin juga dalam banyak-banyak perkara itu wudu’ yang diambil adalah tidak sempurna sepertimana yang diperintahkan oleh Nabi saw. Banyak hadith-hadith yang dibawakan dalam penghujahan berkaitan dengan perkara ini yang penulis tidak bercadang nak dihuraikan secara lanjut.


ISU BERBANGKIT

Tetapi yang penulis ingin kongsikan adalah satu perkara yang disentuh oleh al-fadhil ustaz yang penulis rasa terpanggil untuk merungkap apa yang terpendam. Pengistilahan pengamalan ikut-ikutan dan tidak bersumberkan ilmu dan juga amalan menggerak-gerakan jari semasa tasyahud awal dan akhir. Apa yang dilontarkan oleh ustaz di mana ada sesetengah golongan merujuk terus kepada puak wahabi akan cuba menggerakkan jari mereka seperti ini (sambil menggerakkan-gerakan jari umpama menguis-nguis umpama jentolak dan juga memusing-musingkan jari semasa tasyahud membentuk bulatan). Sepatutnya hanya menggerakkan jari sewaktu mengucapkan kalimah illah dalam tasyahud atau terus menggerakkan tetap dari awal tasyahud seperti yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Kemudian isu yang disentuh lagi adalah doktrin atau fahaman wahabi ini menjerap masuk dalam masyarakat secara halus terutama golongan muda yang tiada kefahaman ilmu secara khusus akan ilmu agama akan cepat terpengaruh akan pemahaman seperti ini yang bertentangan dengan kefahaman ahli sunnah. Ustaz juga menyentuh di mana wahabi ini di Arab Saudi sebenarnya telah ditaja dan sebab itulah ianya kuat diamalkan di sana.


Dalam masa yang sama beberapa orang jemaah menjeling kepada diri penulis kerana pada solat sunat sendirian penulis juga melakukan pergerakan jari atas dan bawah semasa tasyahud tetapi apabila solat berjemaah penulis hanya menaikkan terus dari awal bacaan hingga akhir bacaan tanpa digerakkan jari. Dua perkara ini penulis amalkan kerana bagi penulis adanya dalil akan amalan tersebut diamalkan oleh Nabi saw. Apa yang terlintas di hati jemaah yang menjeling penulis tidak dapat pastikan. Itu bukan hak penulis untuk merungkaikan.


Mungkin antara kelemahan diri penulis adalah penulis tidak mampu utk berhujah secara langsung akan isu-isu yang penulis rasa wajar untuk dibawa berbincang dalam aspek keilmuan agama. Tetapi apa yang penulis ingin katakan adakah benar akan dakwaan ustaz tersebut. Apakah kenyataan beliau merujuk kepada ulama di Arab Saudi yang menjurus kepada pemahaman wahabi ini berada dalam keadaan sesat atau bagaimana? Adakah mereka ini tidak tergolong dalam kelompok ahlusunnah? Adakah al-fadhil ustaz semasa di Mekah Al-Mukaramah tidak berimamkan imam yang telah sedia dilantik dan hanya solat bersama jemaah ustaz di masjidil haram dan masjid nabawi? Apa pula yang dimaksudkan doktrin secara halus yang meresapi dalam diri anak-anak muda yang cuba beramal dengan dalil yang sahih daripada Nabi saw berbanding mengamalkan pengamalan yang secara berterusan dalam konteks adat semata adalah salah dan menyimpang? Adakah sekiranya seseorang itu tidak berqunut subuh, tidak bertahlil (beramai-ramai), tidak berzikir jamai beramai-ramai selepas solat, tidak bertalqin, tidak membaca surah yasin beramai-ramai malam jumaat dan amalan lain yang seringkali diamalkan oleh masyarakat setempat ini sebenarnya menyeleweng dari ahlu sunnah? Pastinya diri al-fadhil ustaz lebih ilmuan dan alim daripada diri penulis ini dalam perlbagai aspek lebih-lebih lagi ilmu agama. Tetapi apakah itu yang cuba nak disampaikan oleh ustaz pada jemaah? Semua persoalan ini hanya bermain di fikiran penulis semata.


PANDANGAN KERDIL PENULIS

Persoalan ini penulis tinggalkan untuk sama-sama kita buka minda dan dada dalam kita menilai isu yang diperkatakan. Bukankah Nabi saw bersabda yang bermaksud, jika antara kamu berlainan pendapat dalam apa jua perkara maka kembalilah kepada Al-Quran dan Sunnahku serta khalafur arrasyidin. Inilah sahaja jalan penyelesaian bagi sebarang pertikaian dan perbalahan sekiranya berlaku untuk menyatukan semula akan diri individu yang bergelar muslim. Bagaimana mungkin ustaz yang lebih alim pastinya boleh merujuk juga akan dalil dan nas yang digunakan oleh mereka yang cuba menggerak-gerakkan jari semasa tasyahud seperti yang boleh didapati dalam Sifat Solat Nabi karya Syeikh Nasaruddin Al-Bani.


Jadi bagi penulis bagi siapa yang ingin menggerak-gerakan dari awal solat atau menaikkan tanpa menggerakkan dari awal solat ianya juga ada nas dan dalil yang sahih daripada Nabi saw. Terpulang dan silakan beramal dengan mana-mana cara tanpa kita memandang orang yang berlainan daripada kita maka kita katakan mereka ini salah dan sebagainya. Takut sekiranya sesuatu amal itu sememangnya ada sandaran daripada Nabi saw tetapi hanya kita tidak mengetahui malah kita cuba memperlekehkan pula mereka yang beramal pastinya ianya akan menjurus kita secara tidak kita sedari dengan mengatakan yang tidak baik apa yang telah dilakukan oleh Nabi saw, Nau'zubillahimin zalik. Pernah juga satu ketika di sebuah masjid di mana seorang ustaz menegur secara terang-terang di dalam kuliahnya dengan mengatakan semasa dia melakukan solat sunnah seorang jemaah menggerak-gerakkan jari umpama bermain-main di dalam solat dan adakah ahli jemaah tersebut mazhab lain daripada kita? Tidak sepatutnya perkataan ini keluar dari mulut orang alim dalam memperkatakan isu yang pastinya boleh menimbulkan salah fahaman kepada jemaah yang lain.


Terus terang penulis katakan bahawa penulis bukanlah orang alim mahupun ahli dalam memperkatakan secara khusus akan isu ini. Tetapi sebenarnya apa yang diri yang dhaif ini ketahui dan pelajari sedikit sebanyak pengamalan-pengamalan yang diamalkan oleh mereka yang seringkali di labelkan wahabi sebenarnya lebih menjurus kepada pengamalan sunnah, para sahabat, tabi’ tabiin dan salafussoleh serta mereka yang mengikut akan golongan ini secara mulus. Ini kerana apa yang cuba diamalkan adalah juga mempunyai dalil Al-Quran dan sunnah Nabi saw yang sahih. Bagi yang tidak bersependapat cuba untuk kalian bertanyakan dan lakukan sedikit kajian akan perkara seperti ini maka pasti akan kalian temui apa yang diperkatakan ini benar atau tidak.


Bagi diri penulis pula sekiranya sesuatau amalan itu ada nas dan dalil yang memperbolehkan atau datang daripada imam yang empat (Malik, Syafie, Hambali & Hanafi), imam-imam ahlu sunnah yang lain silakanlah dalam beramal. Jangan kita cuba kecilkan skop pemikiran bagi orang-orang yang lain dalam beramal maka mereka ini sesat, menyimpang dan sebagainya. Manakala yang mengikut manhaj salaf kalian juga jangan terlampau keras pendekatan kerana kadang-kadang dengan kekerasan inilah akan menyebabkan jemaah yang lain menolak akan apa yang cuba kalian sampaikan walaupun ianya benar. Ambillah pendekatan bersederhana dalam pengamalan dan dalam masa yang sama amalan sunnah cuba diterapkan dan disampaikan agar keterbukaan minda dan dada masyarakat dalam mengamalkan sunnah Nabi saw. Bukan mudah nak berpegang akan sunnah Nabi saw di akhir-akhir zaman kerana ianya diumpamakan seperti menggenggam bara yang panas tambahan di kalangan masyarakat sekeliling yang sudah kuat dengan beberapa amalan adat yang telah dianggap itulah agama yang sahih daripada Nabi saw.


Wallahualam…




Sunday, August 15, 2010

Menyingkapi Mazhab Fikih


Dewasa ini kaum muslimin mengenal empat madzhab fikih yaitu madzhab Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali, empat madzhab ini pada hari ini dianut oleh majoriti kaum muslimin di dunia, empat mazhab ini memiliki kitab-kitab induk yang menjadi rujukan dan pegangan dalam bermadzhab, empat mazhab ini memiliki ulama-ulama yang berkhidmat mendekatkan dan menjelaskan mazhab kepada masyarakat dan empat mazhab ini memiliki pengikut-pengikut dari kalangan kaum muslimin.



Apa itu mazhab fikih?

Mazhab fikih adalah metod ijtihad dalam masalah-masalah furu’ syari’at Islam yang bertujuan mendekatkan hukum-hukumnya dan membuka jalan kepada hukum tersebut bagi kaum muslimin. Mazhab-mazhab fikih ini lahir dan tumbuh sebagai madrasah fiqhiyah untuk merespon keperluan kaum muslimin terhadap pengetahuan tentang hukum-hukum agama mereka dan menyiapkan hukum-hukum tersebut sebagai langkah antisipasi terhadap hadirnya masalah-masalah baru dalam kehidupan.


Keperluan kepada fikih ini selalu tertegak di setiap waktu dan tempat untuk mengatur hubungan ubudiyah seorang muslim dengan penciptanya dan demi menata hubungan-hubungan sosial kemasyarakatan melalui pengetahuan seorang muslim terhadap hak dan kewajibannya. Mazhab fikih ini berfungsi layaknya payung sebelum hujan, menjawab persoalan-persoalan hidup yang terus berkembang dan melangkah maju tiada kenal henti di hadapan nas-nas yang tidak bertambah.



Mengapa empat mazhab?

Pada abad kedua hijriyah sampai pertengahan abad keempat yang merupakan masa emas ijtihad, dunia Islam melahirkan mujtahid-mujtahid dalam jumlah besar, pendapat mereka diikuti dan ijtihad-ijtihad mereka dibukukan, sebut saja Sufyan bin Uyainah di Makkah, Malik bin Anas di Madinah, al-Hasan al-Bashri di Bashrah, Abu Hanifah dan Sufyan ats-Tsauri di Kufah, al-Auza’i di Syam, asy-Syafi'i dan al-Laits bin Saad di Mesir, Dawud azh-Zhahiri, Ibnu Jarir, Abu Tsaur dan Ahmad bin Hanbal di Baghdad, Ishaq bin Rahawaih di Naisabur.


Setelah itu seleksi alam berlaku, kebanyakan dari mazhab-mazhab ini hanya tersisa di dalam perut buku-buku sementara para pengikutnya gugur satu demi satu tanpa tumbuh pengganti, sehingga yang tersisa dari mereka adalah empat mazhab ini. Salah satu sebab yang membuat empat mazhab ini eksis berkibar di dunia fikih Islam karena para imam dari empat mazhab ini memiliki murid-murid yang setia menulis hasil ijtihad dan pemikiran imam-imam mereka dan seterusnya diwariskan kepada generasi sesudahnya sampai kepada kita.


Berbeda dengan imam-imam lain selain imam yang empat ini, hasil dari ijtihad mereka ini berselerakan di sana sini karena murid-murid mereka kurang memberi perhatian terhadapnya dengan menulis dan membukukannya, padahal dari segi kapasiti ilmu dan kemampuan berijtihad, para ulama selain imam yang empat ini tidak lebih rendah dan tidak di bawah imam yang empat, sebut saja al-Laits bin Saad, Imam asy-Syafi'i berkata tentangnya, “alLaits lebih fakih daripada Malik hanya saja murid-muridnya tidak melayaninya.”



Wajibkah mengikuti salah satu dari empat mazhab?

Ada pihak yang berlebih-lebihan dan ada pihak yang meremehkan, yang pertama mewajibkan setiap muslim mengikuti salah satu dari empat mazhab tanpa keluar darinya walaupun hanya sejengkal, mengambil segala sesuatu yang ada di dalam mazhab tersebut tanpa menawarnya, berpegang kepada rukhshah dan azimahnya, sampai-sampai ada yang berkata, “Man qallada aliman laqiyallah saliman” (barangsiapa bertaklid kepada seorang alim, dia bertemu Allah dalam keadaan selamat). Tidak diragukan bahwa ini berarti mewajibkan tanpa dasar, karena pada dasarnya seorang muslim hanya boleh bersikap demikian kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasalam.


Pihak kedua mengajak setiap muslim, baik ulama maupun orang jahil, baik penuntut ilmu maupun orang awam agar mengambil dari al-Qur`an dan sunnah secara langsung tanpa perlu menengok kepada para imam dan ulama ahli ijtihad, katanya, tidak perlu membaca dan memperhatikan ucapan ulama fulan atau ulama hayyan, karena mereka mengambil dari al-Qur`an dan sunnah dan kita pun mengambil dari al-Qur`an dan sunnah, sampai-sampai ada yang mencomot ucapan Imam Abu Hanifah, “ Fahum rijal wa nahnu rijal.”(mereka laki-laki dan kita pun laki-laki).


Tidak diragukan, walaupun memang pada dasarnya demikian yakni al-Qur`an dan sunnah, akan tetapi untuk bisa ke sana memerlukan bekal ilmu yang memadai dan tidak semua orang memiliki. Kalau semua orang hatta para juhala`dan orang-orang awam kita wajibkan mengambil langsung dari al-Qur`an dan sunnah tanpa menoleh ucapan dan bimbingan para ulama maka hasil yang akan dipetik adalah faudho (amburadul dan jumpalitan), akan lahir ulama-ulama karbitan yang mengaku ulama padahal dia adalah orang paling jahil.


Pada dasarnya seorang muslim beragama kepada Allah dengan menimba dari al-Qur`an dan sunnah, akan tetapi di dalam al-Qur`an dan sunnah terdapat titik yang samar yang tidak diketahui oleh orang sembarangan, ia memerlukan syarah dan penjelasan dan ini adalah peranan para ulama.


Dari sini kita bisa menarik benang merah yakni bahwa berpegang kepada al-Qur`an dan sunnah tidak berarti menendang para ulama dan meminggirkan mereka tetapi kita tetap memerlukan bantuan para ulama demi memahami keduanya. Pada saat yang sama kita menyadari bahwa tidak ada manusia setelah Rasulullah shalallahu alaihi wasalam yang terbebas dari salah, siapa pun dia.


Oleh karena itu penulis mengatakan, silakan Anda bermazhab. Bermazhab ini telah dilakukan oleh ulama-ulama besar sebut saja sebagai contoh Imam an-Nawawi yang bermazhab Syafi'i atau Ibnu Taimiyah yang bermazhab Hanbali dan masih banyak lagi. Akan tetapi satu hal yang perlu diperhatikan adalah jangan menjadikan bermazhab sebagai tujuan akan tetapi sebagai sarana, karena jika yang pertama maka Anda akan terjerumus ke dalam kubangan ta’sub di mana dalam pikiran Anda tertanam, “Apa pun yang ada dalam mazhab saya adalah benar”, meskipun terbukti apa yang ada dalam mazhab tersebut jelas-jelas bertentangan dengan dalil yang sahih. Kewajiban seorang muslim adalah mengikuti Rasulullah shalallahu alaihi wasalam dan bermazhab hanya sebagai sarana memahami Rasulullah shalallahu alaihi wasalam.



Mengapa empat mazhab tidak disatukan?

Sebelum pertanyaan ini dijawab, ada pertanyaan sebelumnya yaitu mungkinkah empat mazhab ini disatukan? Penulis teringat perbedaan yang terjadi di kalangan para sahabat Nabi shalallahu alaihi wasalam terkait perintah beliau agar tidak ada seorang pun dari mereka solat Asar kecuali di Bani Quraizhah, sebahagian sahabat melihat perintah ini apa adanya, kata orang, tekstual, sehingga mereka solat Asar di Bani Quraizhah walaupun waktu Asar telah habis, sebagian lain melihat secara kontekstual, maksud beliau adalah agar kita bersegera berangkat ke Bani Quraizhah, maka yang memahami ini, dia solat Asar di jalan sebelum tiba di Bani Quraizhah. Perbedaan ini diakui oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasalam.


Di samping itu tidak semua dalil bersifat qath’iyyu tsubut dan qath’iyyu dalalah, di mana ia tidak membuka ruang perbedaan dalam memahaminya, ada dalil yang bersifat zhanniyu dalalah yang memberi ruang perbedaan dalam memahaminya, ditambah dengan kemampuan dan daya pikir dan kemampuan manusia yang berbeda-beda sehingga hal itu memberi celah perbedaan pemahaman dan inilah yang terjadi pada sahabat seperti dalam kasus di atas.


Jadi mustahil menyatukan empat madzhab menjadi satu, ibarat menggarami laut atau melempar batu ke gunung. Yang penting, selama perbedaan tersebut memungkinkan, di mana dalilnya memungkinkan untuk berbeda maka kita menghormati dan menghargai perbedaan, sebaliknya jika perbedaan tersebut jauh dari dalil maka yang dekat harus diambil tanpa mempedulikan yang jauh tersebut.


Wallahu a'lam.



Disunting daripada karya Izzudin Karimi

www.alsofwah.or.id