Thursday, February 20, 2014

Kuburan-kuburan Yang Diziarahi


 
Kuburan-kuburan yang banyak kita saksikan di negara-negara Islam; seperti Syam, Iraq, Mesir, dan negara Islam lainnya, sungguh tidak sesuai dengan tuntunan Islam. Berbagai kuburan itu dibangun sedemikian rupa, dengan biaya yang tidak sedikit. Padahal Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam melarang mendirikan bangunan di atas kuburan. Dalam hadits shahih disebutkan:

"Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam melarang mengapur kuburan, duduk dan mendiri-kan bangunan di atasnya." (HR. Muslim) 

Sedang dalam riwayat yang shahih oleh At-Tirmidzi disebutkan pula larangan untuk menuliskan sesuatu di atas kuburan. Termasuk di dalamnya menuliskan ayat-ayat Al-Qur'an, syair dan sebagainya. 

Berikut ini, hal-hal penting yang berkaitan dengan kuburan:
 
1.     Kebanyakan kuburan-kuburan yang diziarahi itu adalah tidak benar.

Al-Husain bin Ali  misalnya, beliau mati syahid di Iraq dan tidak dibawa ke Mesir. Karena itu, kuburan Al-Husain bin Ali di Mesir adalah tidak benar. Bukti yang paling kuat atas kebohongan tersebut adalah bahwa kuburan Al-Husain adapula di Iraq dan di Syam. Bukti yang lain yaitu bahwa para sahabat tidak menguburkan mayit dalam masjid. Hal itu sebagai pengamalan dari sabda Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam,

"Allah melaknat orang-orang Yahudi, mereka menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid-masjid." (Muttafaq alaih)

Hikmah dari pelanggaran tersebut adalah agar masjid-masjid terbebas dari syirik. Allah berfirman:
"Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah." (Al-Jin: 18)

Menurut riwayat yang terpercaya dan benar, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam adalah dikubur di rumah beliau, tidak di dalam Masjid Nabawi. Tetapi kemudian orang-orang dari Bani Umayyah memperluas masjid tersebut, dan memasukkan kuburan Nabi ke dalam masjid. Alangkah baiknya, hal itu tidak mereka lakukan.

Sekarang ini, kuburan Al-Husain berada di dalam masjid. Sebagian orang berthawaf di sekitarnya. Meminta hajat dan kebutuhan mereka kepadanya, sesuatu hal yang sesungguhnya tidak boleh diminta kecuali kepada Allah. Seperti memohon kesembuhan dari sakit, menghilangkan kesusahan dan sebagainya. Sebab agama menyuruh kita agar meminta hal-hal tersebut kepada Allah semata, serta agar kita tidak berthawaf kecuali di sekitar Ka'bah.

Allah berfirman:
"Dan hendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah)."
(Al-Hajj: 29)
 
2.     Kuburan Sayyidah Zainab binti Ali di Mesir dan di Damaskus adalah tidak benar.

Sebab beliau tidak meninggal di Mesir, juga tidak di Syam. Sebagai bukti kebohongan itu adalah terdapatnya kuburan satu orang (Sayyidah Zainab) di kedua negara tersebut.
 
3.     Islam mengingkari dan melarang pembangunan kubah di atas kuburan, bahkan hingga kubah di atas masjid yang di dalamnya terdapat kuburan. Seperti kuburan Al-Husain di Iraq, Abdul Qadir Jaelani di Baghdad, Imam Syafi'i di Mesir dan lainnya. Sebab pelarangan membangun kubah di atas kuburan adalah bersifat umum, sebagaimana kita baca dalam hadits terdahulu.

Seorang syaikh yang dapat dipercaya memberitahu penulis, suatu kali ia melihat seseorang shalat ke kuburan Syaikh Jaelani, dan ia tidak menghadap kiblat. Syaikh itu lalu memberinya nasihat, tetapi orang tersebut menolak, sambil berkata, "Kamu orang wahabi !". Seakan-akan orang itu belum mendengar sabda Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam:

"Janganlah kalian duduk di atas kuburan dan jangan pula shalat kepadanya."
(HR. Muslim)
 
4.     Sebagian besar kuburan yang ada di Mesir adalah dibangun oleh Daulah Fathimiyah.
Dalam kitab Al-Bidayah wan Nihayah, Ibnu Katsir menyebutkan, bahwa mereka adalah orang-orang kafir, fasik, fajir (tukang maksiat), mulhid (kafir), zindiq (atheis), mu'aththil (mengingkari sifat-sifat Tuhan), orang-orang yang menolak Islam dan meyakini aliran Majusi.

Orang-orang kafir tersebut merasa heran jika menyaksikan masjid-masjid penuh dengan orang yang melakukan shalat. Mereka sendiri tidak shalat, tidak haji dan selalu merasa dengki kepada umat Islam.

Oleh karena itu, mereka berfikir untuk memalingkan manusia dari masjid, maka mereka membuat kubah-kubah dan kuburan-kuburan dusta. Mereka mendakwakan bahwa di dalamnya terdapat Al-Husain bin Ali dan Zainab binti Ali. Kemudian mereka menyeleng-garakan berbagai pesta dan peringatan untuk menarik perhatian orang kepadanya. Mereka menamakan dirinya Fathimiyyin. Padahal ia hanya sebagai kedok belaka, sehingga orang-orang cenderung dan senang kepada mereka.

Dari situ, mulailah umat Islam terperangkap tipu muslihat dari bid'ah yang mereka ada-adakan, sehingga menjerumuskan mereka kepada perbuatan syirik. Bahkan hingga mereka tak segan-segan mengeluarkan harta dalam jumlah yang besar untuk perbuatan syirik tersebut. Padahal di saat yang sama, mereka amat membutuhkan harta tersebut buat membeli senjata untuk mempertahankan agama dan kehormatan mereka.
 
5.   Sesungguhnya umat Islam yang mengeluarkan hartanya untuk membangun kubah-kubah, kuburan, dinding dan monumen di kuburan, semua itu sama sekali tidak bermanfaat untuk si mayit.

Seandainya harta yang dikeluarkan tersebut diberikan kepada orang-orang fakir miskin tentu akan bermanfaat bagi orang yang hidup dan mereka yang telah mati. Apatah lagi Islam mengharamkan umatnya mendirikan bangunan di atas kuburan sebagaimana telah ditegaskan di muka. Rasulullah r bersabda kepada Ali ,

"Janganlah engkau biarkan patung kecuali engkau menghancur-kannya. Dan jangan (kamu melihat) kuburan ditinggikan kecuali engkau meratakannya." (HR. Muslim)
Tetapi, Islam memberi kemurahan untuk meninggikan kuburan kira-kira sejengkal, sehingga diketahui bahwa ia adalah kuburan.
 
6.     Nadzar-nadzar yang ditujukan kepada orang-orang mati adalah termasuk syirik besar. Oleh para khadam (pelayan), nadzar dan sesajen yang diberikan itu diambil secara haram. Bahkan terkadang mereka gunakan untuk berbuat maksiat dan tenggelam dalam perilaku syahwat. Karena itu, orang yang melakukan nadzar dan orang yang menerimanya, bersekutu dalam perbuatan syirik tersebut.

Seandainya harta itu diberikan sebagai sedekah kepada orang-orang fakir, tentu harta tersebut bermanfaat bagi orang-orang yang hidup dan mereka yang telah mati. Dan tentu, apa yang dikehendaki oleh orang yang menyedekahkan harta tersebut, akan terpenuhi berkat dari sedekah yang ia berikan.

Ya Allah, tunjukilah kami kebenaran yang sesungguhnya, lalu berilah kami karunia untuk mengikuti dan mencintainya. Dan tunjukilah kami kebatilan yang sesungguhnya, lalu karuniailah kami untuk menjauhi dan membencinya.

Monday, January 6, 2014

Hadith Maudhu'(Palsu) itulah Dha'if !!






Kebelakangan ini saya melihat satu fenomena menyedihkan tersebar dikalangan awam, ianya merisaukan saya, iaitu fenomena si jahil membela hadith Palsu dengan kejahilannya seterusnya mengelirukan orang awam yang juga jahil. Lebih menyedihkan ialah apabila si jahil itu dinobatkan dengan gelaran ustaz, bahkan muncul pula di kaca TV dan radio, buku-bukunya dicetak dan dijual, kuliah-kuliahnya dirakam dan dijual dalam VCD dan DVD.

Teknik si jahil membela hadith Palsu ini biasanya dia akan berhujah dengan membuktikan seolah-olah status sesuatu hadith itu terdapat perselisihan antara ulama hadith, sesetengah menilainya Palsu dan sesetengah pula menilainya Dha'if sahaja. 

Si jahil ini akan membawa kalam-kalam para ulama yang menyatakan hadith itu sebagai "Tidak Sahih", "Cacat", "Dha'if" atau apa-apa sahaja lafaz lemah bagi hadith asalkan bukan lafaz yang menunjukkan hadith itu palsu seperti "Maudhu'", "Batil", atau "Tiada Asalnya". 

Setelah si jahil membawa kalam-kalam itu, dia pun mula beretorik, katanya: "lihatlah ramai ulama yang menilainya hanya sekadar Dha'if, bukannya Maudhu' (Palsu)!". Tidak cukup sekadar itu, si jahil akan terus beretorik dengan berkata: "hadith ini hanyalah Dha'if bukannya Palsu, ianya masih lagi hadith maka boleh beramal dengannya". 

Melihat kata-kata si jahil ini maka orang awam yang juga jahil kerana tidak mendalami ilmu hadith akan mudah mempercayai dakwaan si jahil itu. Maka berlakulah tindak balas jahil ke atas jahil membentuk jahil kuasa dua, terkadang merebak menjadi jahil kuasa tiga, kuasa empat,  kuasa lima dan seterusnya

Namun hakikat sebenarnya bagi hadith itu tidak wujud sebarang perselisihan pun di kalangan ulama. Hanya di mata si jahil sahaja zahirnya akan kelihatan terdapat perselisihan, namun bagi mereka yang mahir ilmu hadith tidak akan nampak sebarang perselisihan pun yang berlaku. Benarlah kata pepatah Inggeris: " The eyes do not see what the mind does not know " yang bermaksud: "Mata tidak dapat melihat apa yang minda tidak tahu". 

Kenapakah kita katakan sebenarnya tiada sebarang perselisihan? ini kerana hadith Maudhu' (Palsu) itu sebenarnya termasuk dalam ketegori hadith Dha'if (Lemah), iaitu jenis Dha'if yang paling teruk. Dalam ilmu mustolah(istilah) hadith, secara umumnya hadith Dha'if terbahagi kepada 3 jenis iaitu: 

1- Dha'if Khafif (Ringan Lemahnya)

2- Dha'if Syadid (Kuat Lemahnya) 

3- Dan juga Maudhu' (Palsu). 

Kesemua 3 jenis ini terolong dalam ketegori hadith-hadith Dha'if, hanya saja martabatnya berbeza-beza. Hadith Dha'if dari jenis Dha'if Khafif inilah yang dimaksudkan oleh para ulama sebagai Dha'if yang boleh dibuat amal dalam fadhail tertakluk kepada syarat-syarat yang ketat antaranya: 

1- Tidak menyandarkannya kepada Nabi SAW, tidak menyatakan ia adalah sunnah Nabi

2- Tidak menyebar luas amalan itu hingga mengelirukan awam, hingga orang awam menyangka amalan itu adalah sunnah. 

3- Amalan itu mestilah mempunyai asalnya dari nas-nas Sahih lain, sama ada dari nas hadith Sahih, atau nas al-Qur'an, atau amalan Sahabat Nabi. 

Manakala hadith-hadith Dha'if dari jenis Dha'if Syadid dan juga Maudhu' tidak boleh sama sekali dibuat amalan dalam fadhail. Sesetengah ulama hadith apabila menilai sesuatu hadith yang Tidak Sahih, terkadang mereka akan hanya menyebutnya sebagai Dha'if tanpa memperincikan martabat Dha'ifnya. Maka Dha'if yang mereka sebutkan itu boleh tergolong dalam salah satu daripada 3 jenis di atas, ia boleh bermaksud Dha'if Khafif, Dha'if Syadid dan boleh juga boleh bemaksud Maudhu'. 

Oleh itu apabila kita melihat seseorang ulama menilai sesuatu hadith sebagai Dha'if sedangkan ulama lainnya menilainya sebagai Maudhu', apatah lagi apabila dikaji sanadnya terbukti dalam sanadnya terdapat perawi yang berdusta atau qarain(petunjuk) bahawa dia berdusta, maka sebenarnya Dha'if yang dimaksudkan ulama itu adalah bermaksud Maudhu' bukannya Dha'if Khafif atau Dha'if Syadid. 

Kerana itu ramai ulama menasihatkan, orang awam yang menjumpai satu hadith yang dinyatakan oleh ulama hadith sebagai Dha'if, dia masih tidak boleh beramal dengan hadith Dha'if tersebut secara sendiri-sendiri tanpa merujuk kepada para ulama hadith terlebih dahulu, kerana perkataan Dha'if oleh ulama itu boleh terdiri daripada 3 jenis Dha'if iaitu Dha'if Khafif, Dha'if Syadid atau Maudhu'. Hanya hadith Dha'if Khafif sahaja yang boleh dibuat amal dalam fadhail dan hanya ulama sahaja yang mengetahui sama ada hadith itu adalah Dha'if Khafif atau Dha'if Syadid atau Maudhu' (iaitu jenis Dha'if yang paling teruk). 

Maka berhati-hatilah, usah terpedaya dengan tipu daya si jahil yang membela hadith Palsu ini, usah biarkan kejahilannya mempengaruhi kita. Moga Allah menetapkan kita dalam hidayah sunnah Rasul dan KitabNya. Moga penjelasan ringkas ini bermanfaat untuk dijadikan panduan sesiapa yang membacanya. 
...
... Info Ilmiah daripada blog http://ansarul-hadis.blogspot.com/

Memboikot Produk Amerika dan Israel


Pertanyaan:
لا يخفى عليكم ما يتعرض له إخواننا الفلسطينيون في الأرض المقدسة من قتل واضطهاد من قبل العدو الصهيوني، ولا شك أن اليهود لم يمتلكوا ما امتلكوا من سلاح وعدة إلا بمؤازرة من الدول الكبرى وعلى رأسها أمريكا، والمسلم حينما يرى ما يتعرض له إخواننا لا يجد سبيلاً لنصرة إخوانه وخذلان أعدائهم إلا بالدعاء للمسلمين بالنصر والتمكين، وعلى الأعداء بالذلة والهزيمة. ويرى بعض الغيورون أنه ينبغي لنصرة المسلمين أن تقاطع منتجات إسرائيل وأمريكا؛ فهل يؤجر المسلم إذا قاطع تلك المنتجات بنية العداء للكافرين وإضعاف اقتصادهم؟ وما هو توجيهكم حفظكم الله؟
“Tidaklah samar bagi Anda penderitaan yang sedang dihadapi oleh saudara-saudara kita di Palestina berupa pembunuhan dan penganiayaan yang dilakukan musuh Zionis Israel. Dan tidak diragukan lagi bahwa orang-orang Yahudi tidaklah memiliki persenjataan dan peralatan kecuali dengan bantuan negara-negara besar (adidaya), terutama Amerika. Seorang muslim ketika melihat penderitaan yang dihadapi saudara-saudara kami (Palestina), maka tidak ada jalan lain yang didapatkan untuk menolong saudara-saudaranya dan mengalahkan musuh-musuh mereka, kecuali dengan berdoa kebaikan untuk kaum muslimin agar mereka memperoleh kemenangan dan ketetapan (dalam iman dan kesabaran). Dan juga berdoa agar musuh-musuh mereka mendapatkan kehinaan dan kekalahan. Dan sebagian orang yang mempunyai kecemburuan agama berpandangan bahwa hendaknya kita memboikot produk-produk Israel dan Amerika dalam rangka menolong kaum muslimin.(Pertanyaannya), apakah seorang muslim diberikan pahala apabila ia memboikot produk-produk tersebut dengan niat memusuhi orang-orang kafir dan melemahkan perekonomian mereka?. Apa arahan Anda dalam masalah ini ?”.
Asy-Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdirrahmaan Al-Jibriin rahimahullah menjawab:
يجب على المسلمين عموماً التعاون على البر والتقوى ومساعدة المسلمين في كل مكان؛ بما يكفل لهم ظهورهم وتمكينهم في البلاد وإظهارهم شعائر الدين وعملهم بتعاليم الإسلام وتطبيقه للأحكام الدينية وإقامة الحدود والعمل بتعاليم الدين، وبما يكون سبباً في نصرهم على القوم الكافرين من اليهود والنصارى، فيبذل جهده في جهاد أعداء الله بكل ما يستطيعه؛ فقد ورد في الحديث: "جاهِدُوا المُشْرِكِينَ بِأَمْوَالِكُم وَأَنْفُسِكُم وأَلْسِنَتِكُم"، فيجب على المسلمين مساعدة المجاهدين بكل ما يستطيعونه وبذل كل الإمكانيات التي يكون فيها تقوية للإسلام والمسلمين، كما يجب عليهم جهاد الكفار بما يستطيعونه من القدرة.
“Wajib bagi kaum muslimin secara umum saling tolong-menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan, serta membantu mereka di setiap tempat; dengan segala sesuatu yang dapat memikul beban-beban mereka, meneguhkan eksistensi di negeri-negeri mereka, menampakkan syi’ar-syi’ar agama, mengamalkan ilmu-ilmu Islam, melaksanakan hukum-hukum agama, menegakkan huduud, serta mengamalkan ajaran agama. Dan dengan sesuatu yang menjadi sebab kemenangan mereka terhadap orang-orang kafir dari kalangan Yahudi dan Nashrani, maka hendaknya seseorang mencurahkan segala usahanya untuk berjihad melawan musuh-musuh Allah dengan segala kemampuannya. Dalam hadits disebutkan : ‘Berjihadlah melawan orang-orang kafir dengan harta, jiwa, dan lisan kalian[1]. Maka, wajib bagi kaum muslimin untuk membantu para mujahidin dengan segala kemampuan mereka serta mencurahkan segala upaya yang mungkin untuk menguatkan Islam dan kaum muslimin; sebagaimana hal itu di
wajibkan pula atas mereka untuk berjihad melawan orang-orang kafir sesuai kemampuan mereka.
وعليهم أيضاً أن يفعلوا كل ما فيه إضعاف للكفار أعداء الدين، فلا يستعملونهم كعمال لأجرة ككُتَّابٍ أو حُسَّابٍ أو مهندسين أو خدم بأي نوع من الخدمة التي فيها إقرار لهم وتمكين لهم بحيث يكتسحون أموال المؤمنين ويعادون بها المسلمين.
وهكذا أيضاً على المسلم أن يقاطع جميع الكفار بترك التعامل معهم وبترك شراء منتجاتهم؛ سواء كانت نافعة كالسيارات والملابس وغيرها، أو ضارة كالدخان بنية العداء للكفار وإضعاف قوتهم وترك ترويج بضائعهم، ففي ذلك إضعاف لاقتصادهم مما يكون سبباً في ذلهم وإهانتهم، والله أعلم
“Mereka juga wajib melakukan segala hal yang dapat melemahkan orang-orang kafir yang menjadi musuh agama. Maka, janganlah memperkerjakan mereka sebagai karyawan, seperti sekretaris, juru hitung, insinyur, atau pembantu dengan segala macam bantuan yang mengandung pengakuan dan meneguhkan eksistensi mereka, dimana mereka mengambil harta orang-orang mukmin dan kemudian (menggunakannya untuk) memusuhi kaum muslimin.
Begitu pula wajib bagi seorang muslim untuk memboikot semua orang kafir dengan cara tidak berinteraksi dengan mereka dan tidak membeli produk-produk mereka - sama saja, apakah produk tersebut bermanfaat seperti mobil, pakaian, dan yang lainnya; atau membahayakan seperi rokok. Hal itu dilakukan dengan niat memusuhi orang-orang kafir, melemahkan kekuatan mereka, dan agar produk-produk mereka tidak laku (di pasaran). Dalam hal yang demikian dapat melemahkan perekonomian mereka yang kemudian menjadi sebab kehinaan dan kerendahan mereka. Wallaahu a’lam”.
...sisipan daripada blog Abul Jauzaa...