Monday, January 18, 2010

Cukuplah Kematian Sebagai Peringatan


Ketika nafas mulai tersengal...
Ketika nyawa sedang meregang...
Ketika mata membelalak dan dahi berkeringat...
Pintu taubat telah tertutup...
Engkau mulai memasuki gerbang kehidupan baru...
Sementara istri, anak dan keluarga serta kerabatmu menangis dan merintih disisimu, engkau sedang dalam kesedihan yang mendalam, tidak ada seorang pun yang mampu menyelamatkan dan menghindarkan dirimu dari jemputan Malaikat Maut...
Kini, engkau saksikan dan rasakan sendiri peristiwa mengerikan itu, setelah sebelumnya engkau mereguk banyak kenikmatan dan kesenangan tanpa kenal rasa syukur..
Telah datang ketentuan Allah kepadamu, lalu nyawamu diangkat ke langit. .
Setelah itu, kebahagiaan atau kesengsaraankah yang akan engkau dapat?


وتجعلون رزقكم أنكم تكذبون۝ فلولا إذا بلغت الحلقوم۝ وأنتم حينئذ تنظرون۝ ونحن أقرب إليه منكم ولكن لا تبصرون۝ فلولا إن كنتم غير مدينين۝ ترجعو نها إن كنتم صدقين۝ فأما إن كان من المقربين۝ فروح وريحان وجنت نعيم۝ وأما إن كان من أصحب اليمين۝ فسلم لك من أصحب اليمين۝ وأما إن كان من المكذ بين الضالين۝ فنزل من حميم۝ وتصلية جحيم۝ إن هذا لهو حق اليقين۝ فسبح باسم ربك العظيم۝
“Kamu (mengganti) rizki (yang Allah berikan) dengan mendustakan (Allah). Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan, padahal kamu ketika itu melihat, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu. Tapi kamu tidak melihat, maka mengapa jika kamu tidak dikuasai (oleh Allah). Kamu tidak mengembalikan nyawa itu (kepada tempatnya) jika kamu adalah orang-orang yang benar, adapun jika dia (orang yang mati) termasuk orang yang didekatkan (kepada Allah), maka dia memperoleh rizki serta surga kenikmatan. Dan adapun jika dia termasuk golongan kanan, maka keselamatan bagimu karena kamu dari golongan kanan. Dan adapun jika termasuk golongan orang yang mendustakan lagi sesat, maka dia mendapatkan hidangan air yang mendidih, dan dibakar di dalam neraka. Sesungguhnya (yang disebutkan ini) adalah suatu keyakinan yang benar. Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang Maha Besar.” (QS. Al-Waaqi’ah: 82-96)

Wahai jiwa-jiwa yang tertipu dunia...
Wahai hati yang keras membatu karena hawa nafsu...
Wahai manusia yang lalai dari ketaatan kepada Rabbnya...
Sudahkah engkau mempersiapkan bekal menuju perjalanan panjang dan berat di depanmu?
Sudahkah engkau mengetahui tempat seperti apa yang kelak kau tinggali?
Sudahkah engkau memikirkan semua itu...?

Saudaraku, cukuplah kematian menjadi peringatan untuk kita bahwa dunia hanyalah kebahagiaan semu dan tak berarti apa-apa. Tidakkah engkau dengar sebuah firman Rabbmu yang sanggup menggetarkan gunung,

كل نفس ذا ئقة الموت وإنما توفون أجوركم يوم القيـمة فمن زحزح عن النـار وأدخل الجنـة فقد فاز وما الحيوة الد نيا إلا متع الغرور۝
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari Neraka dan dimasukkan ke dalam Surga maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. ‘Ali Imran: 185)

Tidakkah ayat tersebut mengusik hati yang lama mati? Tidakkah ayat tersebut membuat telinga yang tuli menyimak kembali? Tidakkah ayat tersebut menjadi cambuk diri?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لو تعلمون مل أعلم لضحكتم قليلا ولبكيتم كثبرا
“Seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” (Muttafaq ‘alaih)

Saudaraku, sudahkah datang kepadamu khabar kematianmu? Bilakah waktumu? Dimana tempatnya? Seperti apa keadaanmu di kala itu? Demi Allah, engkau tidak tahu dan engkau tidak akan pernah tahu. Jadi kenapa kau tunda taubatmu? Kau tunda perbaikan dirimu? Kau tunda persiapan perbekalanmu? Apakah “nanti” yang selalu kau katakan untuk taubatmu berada pada jarak yang jauh dengan ajalmu? Apakah “nanti” itu yang kau temui lebih dulu ataukah kematianmu yang datang lebih dulu? Apakah ketika engkau sudah benar-benar mengetahui perih dan pedihnya sakaratul maut, baru engkau akan meminta waktu kepada Rabbmu untuk bertaubat?

حتى إذا جاء أحدهم الموت قال رب ارجعون۝ لعلى أعمل صلحا فيما تركت, كلا, إنها كلمة هو قا إلها۝
“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang diantara mereka, dia berkata, ‘Yaa Rabbku kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku berbuat amal shalih terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkan saja.” (QS. Al-Mu’minun: 99-100)

وليست التو بة لـلذ ين بعملون السيئات حتى إذا حضر أحدهم الموت قال إنى تبت الئن۝
“Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang diantara mereka, (barulah) dia mengatakan, ‘Sesungguhnya aku bertaubat sekarang.'" (QS. An-Nisaa’: 18)

Seorang penyair berkata;
Mereka katupkan kelopak mataku (setelah berputus asa)
lantas bergegas pergi membelikanku kafan
salah seorang kerabatku berdiri dengan tergesa
pergi ke tukang memandikan mayat agar datang memandikanku
salah seorang mendatangiku lalu melucuti semua pakaianku
dan menelanjangiku sendirian
mengucurkan air dari atas kepalaku dan memandikanku
tiga kali seraya meminta kafan kepada keluargaku
dan mereka mengenakanku baju tanpa lengan dan tanpa jahitan
hanya kamper sebagai bekalku
mereka meletakkanku di dekat mihrab lalu mundur di belakang imam menshalatiku lalu melepasku
mereka menshalati jasadku dengan shalat tanpa ruku’ dan sujud
Semoga Allah merahmatiku...


Di hari kematianmu, keluarga dan kerabat mengangkat jasadmu di atas pundak, setelah sebelumnya engkau menjadi orang yang mengangkat jasad orang lain. Kala itu, apakah jasadmu ingin supaya mereka mempercepat langkahnya, atau malah jasadmu bingung –hendak dibawa kemana jasadmu itu?

Kemudian, mereka memasukkanmu kedalam lubang sempit dan gelap setinggi dua meter oleh orang-orang yang paling engkau cintai dan keluarga yang paling dekat denganmu. Mereka menutupimu dengan papan sehingga menghalangi cahaya matahari yang hendak masuk ke dalam liang lahatmu. Lalu, mereka menimbun jasadmu dengan tanah sampai tertutupi kuburanmu. Salah seorang dari mereka berkata, “Mintakanlah ampun untuk saudaramu, dan mintakanlah ketetapan iman untuknya, karena sesungguhnya sekarang ia sedang ditanya.”

Tidak berapa lama, mereka semua pergi meninggalkan tubuh dingin dan kaku yang dulunya adalah dirimu yang rupawan. Mereka meninggalkanmu dalam gelap dan dingin. Di sekelilingmu hanyalah tanah dan tanah. Lalu dikembalikanlah ruhmu kepada jasadmu, dan datanglah dua malaikat yang biru kehitam-hitaman untuk bertanya, “Siapa Tuhanmu? Apa agamamu? Siapa Nabimu?” Dengan apakah engkau akan menjawabnya..?

Jika ketika engkau mati, engkau telah bertaubat dan beriman, maka Allah akan meneguhkan jawabanmu, dan engkau bisa mengambil hadiahmu berupa kebahagiaan di akhirat kelak, seperti disebutkan dalam firman-Nya,
يثبت الله الذ ين ءامنوا بالقول الثابت فى الحيوة الدنيا وفى الأخـرة ويضـل الله الظـلمين ويفعل الله ما يشاء۝
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan akhirat, dan Allah menyesatkan orang-orang yang zhalim dan memperbuat apa yang dikehendaki-Nya.” (QS. Ibrahim: 27)

Namun, bagaimana jika ketika engkau meninggal, engkau belum sempat bertaubat? Engkau tidak akan tahu jawaban atas pertanyaan itu. Engkau hanya akan berkata, “Hah... hah... aku tidak tahu!” Kemudian terdengarlah seruan, “Bohong! Baringkan ia di Neraka, dan bukakan pintu Neraka untuknya!” Maka engkau akan merasakan panasnya Neraka, kuburanmu akan menghimpit dan meremukkan seluruh tulang belulangmu. Kemudian datanglah kepadamu seseorang yang berwajah amat buruk, berbau busuk dan berbaju lusuh, ia berkata, “Aku datang kepadamu membawa berita buruk. Inilah hari yang dijanjikan kepadamu.” Maka bertanyalah dirimu tentang dirinya, maka dia menjawab, “Aku adalah amal burukmu.”

Kemudian menjadilah dirimu buta, bisu dan tuli, dan tanganmu memegang sebatang besi yang apabila sebuah gunung dipukul dengan besi tersebut maka hancurlah dia hingga menjadi debu. Begitupula dirimu, ketika palu besi itu mengenai dirimu maka rasa sakit yang tiada tertahankan akan membuatmu menjerit hingga lengkingannya terdengar oleh seluruh makhluk, kecuali jin dan manusia. Dan tidak ada yang engkau harapkan setelah itu, melainkan agar Allah tidak menyegerakan Hari Perhitungan.

Wahai calon penghuni kubur, apa yang membuatmu terpedaya oleh dunia? Tidakkah engkau mengetahui bahwa akan tiba waktunya engkau meninggalkan dunia yang engkau cintai ini atau dunia yang akan meninggalkanmu? Mana hartamu yang berlimpah dan rumahmu yang mewah? Mana pakaian-pakaian mahal dan indah yang selalu engkau kenakan itu? Mana keluarga dan kerabat yang selalu engkau bela itu? Mana dirimu yang rupawan itu?

Ketika engkau telah menghuni liang lahat, maka itulah rumahmu. Kafan yang berharga murah dan tidak bermerk, itulah pakaianmu. Aroma kamper adalah wewangianmu. Ulat dan cacing menjadi temanmu. Bayangkan jasadmu setelah terkubur selama tiga hari, seminggu, sebulan. Kala itu, tubuhmu telah menjadi penganan lezat bagi cacing dan ulat –teman-temanmu-, kafanmu terkoyak, mereka masuk ke dalam tulangmu, memutus anggota tubuhmu, merobek sendi-sendimu, melelehkan biji matamu... Itulah kesudahanmu, kesudahan makhluk-makhluk bernyawa.

Demikian saudaraku, cukuplah kematian menjadi peringatan dan nasihat. Cukuplah kematian menjadikan hati bersedih, menjadikan mata menangis, menjadi ajang perpisahan dengan orang-orang yang dicintai dan menjadi pemutus segala kenikmatan dunia.

Wahai saudaraku... setiap hela nafasmu menjadi langkah maju menuju kematian. Maka janganlah menunggu ‘nanti’ untuk bertaubat, tapi bersegeralah, karena engkau tidak pernah tahu sudah sedekat apa kematian itu dengan dirimu.

Yaa Rabbi, janganlah Engkau mengadzabku
Sesungguhnya aku mengakui dosa-dosaku selama ini
Berapa kali aku berbuat kesalahan di dunia
Namun Engkau tetap memberiku karunia dan kenikmatan
Jika aku ingat penyesalanku atas segala kesalahan
Kugigit jariku dan kegeretakkan gigiku
Tiada alasan bagiku kecuali tinggal harapan dan husnuzhanku
Dan ampunan-Mu jika Engkau mengampuniku
Manusia mengira aku orang baik-baik
Padahal aku benar-benar manusia terburuk bila tidak Engkau ampuni


(Syaikh Abdul Muhsin bin Abdur Rahman dalam Fasatadzkuruna Maa Aquulu Lakum Waqofat Liman Aroda an-Najah)


Sumber: http://ibnuismailbinibrahim.blogspot.com/

Sunday, January 17, 2010

Sifat-sifat Khawarij

Khawarij mempunyai ciri-ciri dan sifat-sifat yang menonjol. Sebaik-baik orang yang meluruskan sifat-sifat ini adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengabarkan sifat-sifat kaum ini dalam hadits-haditsnya yang mulia. Disini akan dipaparkan penjelasan sifat-sifat tersebut dengan sedikit keterangan, hal itu mengingat terdapat beberapa perkara penting, antara lain:

•Dengan mengetahui sifat-sifat ini akan terbukalah bagi kita ciri-ciri ghuluw (berlebih-lebihan) dan pelampauan batas mereka, dan tampaklah di mata kita sebab-sebab serta alasan-alasan pendorong yang menimbulkan hal itu. Dalam hal yang demikian itu akan
menampakkan faedah yang tak terkira.

•Keberadaan mereka akan tetap ada hingga di akhir zaman, seperti dikhabarkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam satu riwayat. Oleh karenanya mengetahui sifat-sifat mereka adalah merupakan suatu perkara yang penting.

•Dengan mengetahui sifat mereka dan mengenali keadaannya akan menjaga diri dari terjatuh ke dalamnya. Mengingat barang siapa yang tidak mengetahui keburukan mereka, akan terperangkap di dalamnya. Dengan mengetahui sifat mereka, akan menjadikan kita waspada terhadap orang-orang yang mempunyai sifat-sifat tersebut, sehingga kita dapat mengobati orang yang tertimpa dengannya. Berkenan dengan hal ini akan kami paparkan sifat-sifat tersebut berdasarkan hadits-hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang mulia.


1. Suka Mencela dan Menganggap Sesat
Sifat yang paling nampak dari Khawarij adalah suka mencela terhadap para Aimatul huda (para Imam), menganggap mereka sesat, dan menghukum atas mereka sebagai orang-orang yang sudah keluar dari keadilan dan kebenaran. Sifat ini jelas tercermin dalam pendirian Dzul Khuwaishirah terhadap Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan perkataanya : "Wahai Rasulullah berlaku adillah". (Hadits Riwayat Bukhari VI/617, No. 3610, VIII/97, No. 4351, Muslim II/743-744 No. 1064, Ahmad III/4, 5, 33, 224). Dzul Khuwaishirah telah menganggap dirinya lebih wara' daripada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan menghukumi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai orang yang curang dan tidak adil dalam pembagian. Sifat yang demikian ini selalu menyertai sepanjang sejarah. Hal itu mempunyai kesan yang sangat buruk dalam hukum dan amal sebagai konsekuensinya.

Berkata Ibnu Taimiyah tentang Khawarij: "Inti kesesatan mereka adalah keyakinan mereka berkenan dengan Aimmatul huda (para imam yang mendapat petunjuk) dan jama'ah muslimin, yaitu bahwa Aimmatul huda dan jama'ah muslimin semuanya sesat. Pendapat ini kemudian diambil oleh orang-orang yang keluar dari sunnah, seperti Rafidhah dan yang lainnya. Mereka mengkategorikan apa yang mereka pandang kezaliman ke dalam kekufuran". (Al-Fatawa : XXVIII/497).


2. Berprasangka Buruk (Su'udzan)
Ini adalah sifat Khawarij lainnya yang tampak dalam hukum Syaikh mereka Dzul Khuwaishirah si pandir dengan tuduhannya bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak ikhlas dengan berkata : "Artinya : Demi Allah, sesungguhnya ini adalah suatu pembahagian yang tidak adil dan tidak dikehendaki di dalamnya wajah Allah". (Hadits Riwayat Muslim II/739, No. 1062, Ahmad IV/321).

Dzul Khuwaishirah ketika melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam membahagi harta kepada orang-orang kaya, bukan kepada orang-orang miskin, ia tidak menerimanya dengan prasangka yang baik atas pembahagian tersebut. Ini adalah sesuatu yang menghairankan. Kalaulah tidak ada alasan selain pelaku pembahagian itu adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam cukuplah hal itu mendorong untuk berbaik sangka. Akan tetapi Dzul Kuwaishirah enggan untuk itu, dan berburuk sangka disebabkan jiwanya yang sakit. Lalu ia berusaha menutupi alasan ini dengan keadilan. Yang demikian ini mengundang tertawanya iblis dan terjebak dalam perangkapnya.

Seharusnya seseorang itu introspeksi, meneliti secara cermat dorongan tindak tanduk dan maksud tujuan serta waspada terhadap hawa nafsunya. Hendaklah berjaga-jaga terhadap manuver-manuver iblis, karena dia banyak menghias-hiasi perbuatan buruk dengan bungkus indah dan rapi, dan membaguskan tingkah laku yang keji dengan nama dasar-dasar kebenaran yang mengundang seseorang untuk menentukan sikap menjaga diri dan menyelamatkan diri dari tipu daya setan dan perangkap-perangkapnya. Jika Dzul Khuwaishirah mempunyai sedikit saja ilmu atau sekelumit pemahaman, tentu tidak akan terjatuh dalam kubangan ini. Berikut kami paparkan penjelasan dari para ulama mengenai keagungan pembagian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan hikmahnya yang tinggi dalam menyelesaikan perkara.

Berkata Syaikh Islam Ibnu Taimiyah :" Pada tahun peperangan Hunain, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam membagi ghanimah (rampasan perang) Hunain pada orang-orang yang hatinya lemah (muallafah qulubuhum) dari penduduk Najd dan bekas tawanan Quraisy seperti 'Uyainah bin Hafsh, dan beliau tidak memberi kepada para Muhajirin dan Anshar sedikitpun. Maksud Beliau memberikan kepada mereka adalah untuk mengikat hati mereka dengan Islam, karena keterkaitan hati mereka dengannya merupakan maslahat umum bagi kaum muslimin, sedangkan yang tidak beliau beri adalah karena mereka lebih baik di mata Beliau dan mereka adalah wali-wali Allah yang bertaqwa dan seutama-utamanya hamba Allah yang shalih setelah para Nabi dan Rasul-rasul.

Jika pemberian itu tidak dipertimbangkan untuk maslahat umum, maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak akan memberi pada aghniya', para pemimpin yang dita'ati dalam perundangan dan akan memberikannya kepada Muhajirin dan Anshar yang lebih membutuhkan dan lebih utama. Oleh sebab inilah orang-orang Khawarij mencela Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan dikatakan kepada beliau oleh pelopornya :"Wahai Muhammad, berbuat adillah. Sesungguhnya engkau tidak berlaku adil". Dan perkataannya :"Sesungguhnya pembagian ini tidak dimaksudkan untuk wajah Allah .....".

Mereka, meskipun banyak shaum (berpuasa), shalat, dan bacaan Al-Qur'annya, tetapi keluar dari As-Sunnah dan Al-Jama'ah. Memang mereka dikenal sebagai kaum yang suka beribadah, wara' dan zuhud, akan tetapi tanpa disertai ilmu, sehingga mereka memutuskan bahwa pemberian itu semestinya tidak diberikan kecuali kepada orang-orang yang berhajat, bukan kepada para pemimpin yang dita'ati dan orang-orang kaya itu, jika di dorong untuk mencari keredhaan selain Allah (menurut persangkaan mereka).

Inilah kebodohan mereka, karena sesungguhnya pemberian itu menurut kadar maslahah agama Allah. Jika pemberian itu akan semakin mengundang keta'atan kepada Allah dan semakin bermanfaat bagi agama-Nya, maka pemberian itu jauh lebih utama. Pemberian kepada orang-orang yang memerlukan untuk menegakkan agama, menghinakan musuh-musuhnya, memenangkan dan meninggikannya lebih agung daripada pemberian yang tidak demikian itu, walaupun yang kedua lebih memerlukan". (Lihat Majmu' Fatawa : XXVIII/579-581, dengan sedikitdiringkas).

Untuk itu hendaklah seseorang menggunakan bashirah, lebih memahami fiqh dakwah dan maksud-maksud syar'i, sehingga tidak akan berada dalam kerancuan dan kebingungan yang mengakibatkan akan terhempas, hilang dan berburuk sangka serta mudah mencela disertai dengan menegakkan kewajiban-kewajiban yang terpuji dan mulia.


3. Berlebih Dalam Beribadah
Sifat ini telah ditunjukkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sabdanya : "Artinya : Akan muncul suatu kaum dari umatku yang membaca Al-Qur'an, yang mana bacaan kalian tidaklah sebanding bacaan mereka sedikitpun, tidak pula shalat kalian sebanding dengan shalat mereka sedikitpun, dan tidak pula puasa kalian sebanding dengan puasa mereka sedikitpun". (Muslim II/743-744 No. 1064).

Berlebihan dalam ibadah berupa puasa, shalat, dzikir, dan tilawah Al- Qur'an merupakan perkara yang masyhur di kalangan orang-orang Khawarij. Dalam Fathu Al-Bari, XII/283 disebutkan:
"Mereka (Khawarij) dikenal sebagai qura' (ahli membaca Al-Qur'an), karena besarnya kesungguhan mereka dalam tilawah dan ibadah, akan tetapi mereka suka menta'wil Al-Qur'an dengan ta'wil yang menyimpang dari maksud yang sebenarnya. Mereka lebih mengutamakan pendapatnya, berlebih-lebihan dalam zuhud dan khusyu' dan lain sebagainya".

Ibnu Abbas juga telah mengisyaratkan pelampauan batas mereka ini ketika pergi untuk mendebat pendapat mereka. Beliau berkata: "Aku belum pernah menemui suatu kaum yang bersungguh-sungguh, dahi mereka luka karena seringnya sujud, tangan mereka seperti lutut unta, dan mereka mempunyai gamis yang murah, tersingsing, dan berminyak. Wajah mereka menunjukan kurang tidur karena banyak berjaga di malam hari". (Lihat Tablis Iblis, halaman 91). Pernyataan ini menunjukkan akan ketamakan mereka dalam berdzikir dengan usaha yang keras.

Berkata Ibnul Jauzi: "Ketika Ali Radhiyallahu 'Anhu meninggal, dikeluarkanlah Ibnu Maljam untuk dibunuh. Abdullah bin Ja'far memotong kedua tangan dan kedua kakinya, tetapi ia tidak mengeluh dan tidak berbicara. Lalu dicelak kedua matanya dengan paku panas, ia pun tidak mengeluh bahkan ia membaca : "Artinya : Bacalah dengan (menyebut) nama Rabb-mu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah". (Al-'Alaq : 1-2). Hingga selesai, walaupun kedua matanya meluluhkan air mata. Kemudian setelah matanya diobati, ia akan di potong lidahnya, baru dia mengeluh. Ketika ditanyakan kepadanya :"Mengapa engkau mengeluh ?. "Ia menjawab; "Aku tidak suka bila di dunia menjadi mayat dalam keadaan tidak berdzikir kepada Allah". Dia adalah seorang yang ke hitam-hitaman dahinya bekas dari sujud, semoga laknat Allah padanya". (Tablis Iblis, hal. 94-95).

Mekipun kaum Khawarij rajin dalam beribadah, tetapi ibadah ini tidak bermanfa'at bagi mereka, dan mereka pun tidak dapat mengambil manfaat darinya. Mereka seolah-olah bagaikan jasad tanpa ruh, pohon tanpa buah, mengingat ahlaq mereka yang tidak terdidik dengan ibadahnya dan jiwa mereka tidak bersih karenanya serta hatinya tidak melembut. Padahal disyari'atkan ibadah adalah untuk itu. Berfirman yang Maha Tinggi :
"Artinya : .....Dan tegakkanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar ......". (Al-Ankabut : 45).
"Artinya : .....Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa". (Al-Baqarah : 183).

Tidaklah orang-orang bodoh tersebut mendapatkan bagian dari qiyamu allail-nya kecuali hanya jaga saja, tidak dari puasanya kecuali lapar saja, dan tidak pula dari tilawah-nya kecuali parau suaranya. Keadaan Khawarij ini membimbing kita pada suatu manfaat seperti yang dikatakan Ibnu Hajar tentangnya: "Tidak cukuplah dalam ta'dil (menganggap adil) dari keadaan lahiriahnya, walau sampai yang dipersaksikan akan keadilannya itu pada puncak ibadah, miskin, wara', hingga diketahui keadaan batinnya". (Lihat Fathu Al-Bari XII/302).


4. Keras Terhadap Kaum Muslimin
Sesungguhnya kaum Khawarij dikenal bengis dan kasar, mereka sangat keras dan bengis terhadap muslimin, bahkan kekasaran mereka telah sampai pada derajat sangat tercela, yaitu menghalalkan darah dan harta kaum muslimin serta kehormatannya, mereka juga membunuh dan menyebarkan ketakutan di tengah-tengah kaum muslimin. Adapun para musuh Islam murni dari kalangan penyembah berhala dan lainnya, mereka mengabaikan, membiarkan serta tidak menyakitinya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memberitakan sifat mereka ini dalam sabdanya : "Artinya : .....Membunuh pemeluk Islam dan membiarkan penyembah berhala ....". (Hadits Riwayat Bukhari, VI/376, No. 3644, Muslim II/42 No. 1064).

Sejarah telah mencatat dalam lembaran-lembaran hitamnya tentang Khawarij berkenan dengan cara mereka ini. Di antara kejadian yang mengerikan adalah kisah sebagai berikut :"Dalam perjalanannya, orangorang Khawarij bertemu dengan Abdullah bin Khabab. Mereka bertanya:"Apakah engkau pernah mendengar dari bapakmu suatu hadits yang dikatakan dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ceritakanlah kepada kami tentangnya". Berkata : "Ya, aku mendengar dari bapakku, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan tentang fitnah. Yang duduk ketika itu lebih baik dari pada yang berdiri, yang berdiri lebih baik dari pada yang berjalan, dan yang berjalan lebih baik dari yang berlari. Jika engkau menemukannya, hendaklah engkau menjadi hamba Allah yang terbunuh". Mereka berkata :"Engkau mendengar hadits ini dari bapakmu dan memberitakannya dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ?". Beliau menjawab :"Ya". Setelah mendengar jawaban tersebut, mereka mengajaknya ke hulu sungai, lalu memenggal lehernya, maka mengalirlah darahnya seolah-olah seperti tali terompah. Lalu mereka membelah perut budak wanitanya dan mengeluarkan isi perutnya, padahal ketika itu sedang hamil. Kemudian mereka datang ke sebuah pohon kurma yang lebat buahnya di Nahrawan. Tiba-tiba jatuhlah buah kurma itu dan diambil salah seorang di antara mereka lalu ia masukkan ke dalam mulutnya. Berkatalah salah seorang di antara mereka. "Engkau mengambil tanpa dasar hukum, dan tanpa harga (tidak membelinya dengan sah)". Akhirnya ia pun meludahkannya kembali dari mulutnya. Salah seorang yang lain mencabut pedangnya lalu mengayun-ayunkannya. Kemudian mereka melewati babi milik Ahlu Dzimmah, lalu ia penggal lehernya kemudian di seret moncongnya. Mereka berkata, "Ini adalah kerusakan di muka bumi". Setelah mereka bertemu dengan pemilik babi itu maka mereka ganti harganya". (Lihat Tablis Iblis, hal. 93-94).

Inilah sikap kaum Khawarij terhadap kaum muslimin dan orang-orang kafir. Keras, bengis, kasar terhadap kaum muslimin, tetapi lemah lembut dan membiarkan orang-orang kafir. Jadi mereka tidak dapat mengambil manfa'at dari banyaknya tilawah dan dzikir mereka, mengingat mereka tidak mengambil petunjuk dengan petunjuk-Nya dan tidak menapaki jalan-jalan-Nya. Padahal sang Pembuat Syari'at telah menerangkan bahwa syari'atnya itu mudah dan lembut. Dan sesungguhnya yang diperintahkan supaya bersikap keras terhadap orang kafir dan lemah lembut terhadap orang beriman. Tetapi orang-orang Khawarij itu membaliknya. (Lihat Fathul Bari, XII/301).


5. Sedikitnya Pengetahuan Mereka Tentang Fiqih
Sesungguhnya kesalahan Khawarij yang sangat besar adalah kelemahan mereka dalam penguasaan fiqih terhadap Kitab Allah dan Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Yang kami maksudkan adalah buruknya pemahaman mereka, sedikitnya tadabbur dan merasa terikat dengan golongan mereka, serta tidak menempatkan nash-nash dalam tempat yang benar. Dalam masalah ini Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menerangkan kepada kita dalam sabdanya. "Artinya : ....Mereka membaca Al-Qur'an, tidak melebihi kerongkongannya". Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mempersaksikan akan banyaknya bacaan/tilawah mereka terhadap Al-Qur'an, tetapi bersamaan dengan itu mereka di cela. Kenapa .? Karena mereka tidak dapat mengambil manfaat darinya disebabkan kerusakan pemahaman mereka yang tumpul dan penggambaran yang salah yang menimpa mereka. Oleh karenanya mereka tidak dapat membaguskan persaksiannya terhadap wahyu yang cemerlang dan terjatuh dalam kenistaan yang abadi.

Berkata Al-Hafidzh Ibnu Hajar :"Berkata Imam Nawawi, bahwa yang dimaksud yaitu mereka tidak ada bagian kecuali hanya melewati lidah mereka, tidak sampai pada kerongkongan mereka, apalagi ke hati mereka. Padahal yang diminta adalah dengan men-tadaburi-nya supaya sampai ke hatinya". (Lihat Fathul Baari, XII/293).

Kerusakan pemahaman yang buruk dan dangkalnya pemahaman fiqih mereka mempunyai bahaya yang besar. Kerusakan itu telah banyak membingungkan umat Islam dan menimbulkan luka yang berbahaya. Di mana mendorong pelakunya pada pengkafiran orang-orang shalih. menganggap mereka sesat serta mudah mencela tanpa alasan yang benar. Akhirnya timbullah dari yang demikian itu perpecahan, permusuhan dan peperangan.

Oleh karena itu Imam Bukhari berkata :"Adalah Ibnu Umar menganggap mereka sebagai Syiraaru Khaliqah (seburuk-buruk mahluk Allah)". Dan dikatakan bahwa mereka mendapati ayat-ayat yang diturunkan tentang orang-orang kafir, lalu mereka kenakan untuk orang-orang beriman". (Lihat Fathul Baari, XII/282). Ketika Sa'id bin Jubair mendengar pendapat Ibnu Umar itu, ia sangat gembira dengannya dan berkata :"Sebagian pendapat Haruriyyah yang diikuti orang-orang yang menyerupakan Allah dengan mahluq (Musyabbihah) adalah firman Allah Yang Maha Tinggi. "Artinya : Barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir". (Al-Maaidah : 44). Dan mereka baca bersama ayat di atas : "Artinya : Kemudian orang-orang yang kafir terhadap Rabb-Nya mempersekutukan". (Al-An'aam : 1).

Jika melihat seorang Imam menghukumi dengan tidak benar, mereka akan berkata: "Ia telah kafir, dan barangsiapa yang kafir berarti menentang Rabb-Nya dan telah mempersekutukan-Nya, dengan demikian dia telah musyrik". Oleh karena itu mereka melawan dan memeranginya. Tidaklah hal ini terjadi, melainkan karena mereka menta'wil (dengan ta'wil yang keliru, pen) ayat ini...". Berkata Nafi':"Sesungguhnya Ibnu Umar jika ditanya tentang Haruriyyah, beliau menjawab bahwa mereka mengakfirkan kaum muslimin, menghalalkan darah dan hartanya, menikahi wanita-wanita dalam 'iddahnya. Dan jika di datangkan wanita kepada mereka, maka salah seorang diantara mereka akan menikahinya, sekalipun wanita itu masih mempunyai suami. Aku tidak mengetahui seorangpun yang lebih berhak diperangi melainkan mereka". (Lihat Al-I'tisham, II/183-184).

Imam Thabari meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma bahwa ia menyebutkan tentang Khawarij dan apa yang ia dapati ketika mereka membaca Al-Qur'an dengan perkataannya: "Mereka beriman dengan yang muhkam dan binasa dalam ayat mutasyabih". (Lihat Tafsir Ath-Thabari, III/181).

Pemahaman mereka yang keliru itu mengantarkan mereka menyelisihi Ijma' Salaf dalam banyak perkara, hal itu dikarenakan oleh kebodohan mereka dan kekaguman terhadap pendapat mereka sendiri, serta tidak bertanya kepada Ahlu Dzikri dalam perkara yang mereka samar atasnya. Sesungguhnya kerusakan pemahaman mereka yang dangkal dan sedikitnya penguasaan fiqih menjadikan mereka sesat dalam istimbat-nya, walaupun mereka banyak membaca dan berdalil dengan nash-nash Al-Qur'an dan Sunnah Nabawi, akan tetapi tidak menempatkan pada tempatnya. Benarlah sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika memberitakan tentang mereka.
"Artinya : .....Mereka membaca Al-Qur'an, mereka menyangka hal itu untuk mereka padahal atas mereka". (Hadits Riwayat Muslim).
"Artinya : Mereka berkata dengan ucapan sebaik-baik mahluq dan membaca Al-Qur'an, tetapi tidak melebihi dari kerongkongan mereka". (Bukhari, VI/618 No. 3611, Muslim, II/746 No. 1066).
"Artinya : Membaguskan perkataannya tetapi buruk perbuatannya .... Mengajak kepada kitab Allah, tetapi tidaklah mereka termasuk di dalamnya sedikit pun". (Hadits Riwayat Ahmad, III/224).


6. Muda Umurnya dan Berakal Buruk
Termasuk perkara yang dipandang dapat mengeluarkan dari jalan yang lurus dan penuh petunjuk adalah umur yang masih muda (hadaatsah assinn) dan berakal buruk (safahah al-hil). Yang demikian itu sesuai dengan sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. "Artinya : Akan keluar pada akhir zaman suatu kaum, umurnya masih muda, sedikit ilmunya, mereka mengatakan dari sebaik-baik manusia. Membaca Al-Qur'an tidak melebihi kerongkongannya. Terlepas dari agama seperti terlepasnya anak panah dari busurnya". (Hadits Riwayat Bukhari, VI/618, No. 3611, Muslim, II/746 No. 1066). Berkata Al-Hafidz Ibnu Hajar: "Ahdaatsul Asnaan artinya "mereka itu pemuda (syabaab)", dan yang dimaksud dengan sufaha-a al-ahlaam adalah "akal mereka rusak ('uquluhum radi-ah). Berkata Imam Nawawi; "Sesungguhnya tatsabut (kemapanan) dan bashirah (wawasan) yang kuat akan muncul ketika usianya sempurna, banyak pengalaman serta kuat akalnya". (Lihat Fathul Baari, XII/287).

Umur yang masih muda, jika dibarengi dengan akal yang rusak akan menimbulkan perbuatan yang asing dan tingkah laku yang aneh, antara lain :

1. Mendahulukan pendapat mereka sendiri daripada pendapat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabatnya yang mulia Radhiyallahu 'alaihim.
2. Meyakini bahwa diri merekalah yang benar, sedangkan para imam yang telah mendapat petunjuk itu salah.
3. Mengkafirkan sebagian atas sebagian yang lain hanya karena perbedaan yang kecil saja.

Ibnul Jauzi menggambarkan kepandiran dan kerusakan mereka dengan perkataannya: "Mereka menghalalkan darah anak-anak, tetapi tidak menghalalkan makan buah tanpa dibeli. Berpayah-payah untuk beribadah dengan tidak tidur pada malam hari (untuk shalat lail) serta mengeluh ketika hendak di potong lidahnya karena khawatir tidak dapat berdzikir kepada Allah, tetapi mereka membunuh Imam Ali Radhiyallahu 'anhu dan menghunus pedang kepada kaum muslimin (sebagaimana keluhan Ibnu Maljam -pen).

Untuk itu tidak mengherankan bila mereka puas terhadap ilmu yang telah dimiliki dan merasa yakin bahwa mereka lebih pandai/alim daripada Ali Radhiyallahu 'anhu. Hingga Dzul Kwuaishirah berkata kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam: "Berbuat adillah, sesungguhnya engkau tidak adil". Tidak sepatutnya Iblis dicontoh dalam perbuatan keji seperti ini. Kami berlindung kepada Allah dari segala kehinaan". (Lihat Tablis Iblis, hal. 95).

Wallahu a'lam bish-Shawab Maraji'

Rujukan
1. Majmu' Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dikumpulkan dan di susun oleh Abdurrahman bin Qasim dan anaknya, Daarul Ifta', Riyadh, cet. I tahun 1397H.
2. Fathu al-Baari bi Syarhi Shahih al-Bukhari, Imam al-Hafidzh Ahmad bin Ali bi Hajar Majdi al-Asqalani, susunan Muhammad Fu'ad Abdul Baaqi, penerbit : Salafiyah.
3. Shahih Muslim bin Syarhi an-Nawawi, Abu Zakariya Yahya bin Syarf an- Nawawi Daarul at-Turats al-Arabi, Beirut, cet. II. Tahun 1392H.
4. Tablis Iblis, oleh Imam Jamaluddin Abdul farj Abdurahman bin al Jauzi, cet. Daarul Kutub al-'Ilmiyah-Beirut, cet. II Tahun 1368H
5. Al-Bidayah wa an-Nihayah, oleh al-Hafidzh 'Imaddudin Abul Fida' Ismail bin Katsir, cet. Maktabah al-Ma'arif, Beirut, cet. II Tahun 1977M.
6. Al-I'tisham, al-'Allaamah Abu ishaq Ibrahim bin Musa bin Muhammad al-Lakhami asy-Syathibi, Tahqiq Muhammad Rasyid Ridha, cet. al-Maktabah at-Tijariyah al-Kubra, Qaahirah.
7. Jami' al-Bayan 'an Ta'wil Aayi al-Qur'an, al-Imam Abu Ja'far Muhammad bin Jarir ath-Tabhari al-Halabi, Qahirah.


Sumber dinukil dari kitab Zhahirah al-Ghuluw fi ad-Dien fi al-'Ashri al-Hadits, hal 99-104, oleh Muhammad Abdul Hakim Hamid cet. I, th. 1991, Daarul Manar al-Haditsah, dterjemahkan Aboe Hawari, dan dimuat di Majalah As-Sunnah edisi 14/II/1416-1995.

Monday, January 11, 2010

Cara Mudah Menghafal Al-Quran

Memandangkan tahun baru hijrah dan masihi masih sahaja boleh dikategorikan baru berlalu dalam hidup kita maka masih tidak terlambat apabila masing-masing akan memperkatakan tentang azam apa yang telah terlaksana dan yang akan dilaksanakan. Mungkin juga artikel di bawah selaku insan muslim yang nak kepada agama agar kita boleh untuk usahakan buat sekadar ikut kemampuan kita, InsyaAllah. Peringatan untuk diri penulis terutamanya yang serba kerdil dan dhaif....

Pada edisi kali ini, kami akan berikan penjelasan tentang CARA MUDAH MENGHAFAL AL QUR’AN yang ditulis oleh Syeikh Abdul Muhsin Al-Qasim. Beliau adalah Imam dan Khatib di Masjid Nabawi. Semoga Artikel kali ini bermanfaat dan dapat menambah semangat kaum Muslimin untuk dapat menyelesaikan hafalan Al Qur’an yang mulia. Selamat mencoba. [admin]

الحمد لله والصلاة والسلام على نبينا محمد ، وعلى آله وصحبه أجمعين

Berikut adalah metode untuk menghafal Al-Quran yang memiliki keistimewaan berupa kuatnya hafalan dan cepatnya proses penghafalan. Kami akan jelaskan metode ini dengan membawa contoh satu halaman dari surat Al-Jumu’ah:

1. Bacalah ayat pertama sebanyak 20 kali:
الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ يُسَبِّحُ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ

2. Bacalah ayat kedua sebanyak 20 kali:
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آَيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

3. Bacalah ayat ketiga sebanyak 20 kali:
وَآَخَرِينَ مِنْهُمْ لَمَّا يَلْحَقُوا بِهِمْ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

4. Bacalah ayat keempat sebanyak 20 kali:
ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ

5. Bacalah keempat ayat ini dari awal sampai akhir sebanyak 20 kali untuk mengikat/menghubungkan keempat ayat tersebut

6. Bacalah ayat kelima sebanyak 20 kali:
مَثَلُ الَّذِينَ حُمِّلُوا التَّوْرَاةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآَيَاتِ اللَّهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

7. Bacalah ayat keenam sebanyak 20 kali:
قُلْ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ هَادُوا إِنْ زَعَمْتُمْ أَنَّكُمْ أَوْلِيَاءُ لِلَّهِ مِنْ دُونِ النَّاسِ فَتَمَنَّوُا الْمَوْتَ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

8. Bacalah ayat ketujuh sebanyak 20 kali:
وَلَا يَتَمَنَّوْنَهُ أَبَدًا بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ

9. Bacalah ayat kedelapan sebanyak 20 kali:
قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلَاقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

10. Bacalah ayat kelima sampai ayat kedelepan sebanyak 20 kali untuk mengikat/menghubungkan keempat ayat tersebut

11. Bacalah ayat pertama sampai ayat kedelepan sebanyak 20 kali untuk menguatkan/mengitqankan hafalan untuk halaman ini

Demikianlah ikuti cara ini dalam menghafal setiap halaman Al-Qur’an. Dan janganlah menghafal lebih dari seperdelapan juz dalam setiap hari agar tidak berat bagi anda untuk menjaganya.


Bagaimana cara menggabungkan antara menambah hafalan dan muraja’ah?

Janganlah anda menghafal Al-Quran tanpa proses muraja’ah/pengulangan. Hal ini dikarenakan jika anda terus menerus menambah hafalan Al-Quran lembar demi lembar hingga selesai kemudian anda ingin untuk mengulang kembali hafalan anda dari awal maka hal itu akan berat dan anda dapati diri anda telah melupakan hafalan yang lalu. Oleh karena itu, jalan terbaik (untuk menghafal) adalah dengan menggabungkan antara menambah hafalan dan muraja’ah.

Bagilah Al-Quran menjadi 3 bagian dimana setiap bagian terdiri dari 10 juz. Jika anda menghafal satu halaman setiap hari, maka ulangilah 4 halaman sebelumnya sampai anda menghafal 10 juz. Jika anda telah mencapai 10 juz, maka berhentilah selama sebulan penuh untuk muraja’ah dengan cara mengulang-ngulang 8 halaman dalam setiap harinya.
'
Setelah sebulan penuh muraja’ah, maka mulailah kembali untuk menambah hafalan yang baru baik satu atau dua halaman setiap harinya tergantung kemampuan serta barengilah dengan muraja’ah sebanyak 8 halaman dalam sehari. Lakukan ini sampai anda menghafal 20 juz. Jika anda telah mencapainya, maka berhentilah dari menambah hafalan baru selama 2 bulan untuk mengulang 20 juz. Pengulangan ini dilakukan dengan mengulang 8 halaman setiap hari.

Setelah 2 bulan, mulailah kembali menambah hafalan setiap hari sebanyak satu sampai dua halaman dengan dibarengi muraja’ah/pengulangan 8 halaman sampai anda menyelesaikan seluruh Al-Qur’an.

Jika anda telah selesai menghafal seluruh Al-Qur’an, ulangilah 10 juz pertama saja selama satu bulan dimana setiap hari setengah juz. Kemudian ulangilah 10 juz kedua selama satu bulan dimana setiap hari setengah juz bersamaan dengan itu ulangilah pula 8 halaman dari 10 juz pertama. Kemudian ulangilah 10 juz terakhir selama satu bulan dimana setiap hari setengah juz bersamaan dengan itu ulangilah pula 8 halaman dari 10 juz pertama dan 8 halaman dari 10 juz kedua.


Bagaimana cara memuraja’ah/mengulang Al-Quran seluruhnya jika saya telah menyelesaikan system muraja’ah diatas?

Mulailah dengan memuraja’ah Al-Qur’an setiap hari sebanyak 2 juz. Ulangilah sebanyak 3 kali setiap hari hingga anda menyelesaikan Al-Qur’an setiap 2 minggu sekali. Dengan melakukan metode seperti ini selama satu tahun penuh, maka –insya Allah- anda akan dapat memiliki hafalan yang mutqin/kokoh.


Apa yang harus dilakukan setelah menyelesaikan hafalan Al-Qur’an dalam satu tahun?

- Setelah setahun mengokohkan hafalan Al-Qur’an dan muraja’ahnya, jadikanlah Al-Qur’an sebagai wirid harian anda sampai akhir hayat sebagaimana Rasulullah صلى الله عليه وسلم menjadikannya sebagai wirid harian. Adalah wirid Rasulullah dengan membagi Al-Qur’an menjadi 7 bagian sehingga setiap 7 hari Al-Qur’an dapat dikhatamkan. Berkata Aus bin Hudzaifah رحمه الله: Aku bertanya pada sahabat-sahabat Rasulullah – صلى الله عليه وسلم – tentang bagaimana mereka membagi Al-Qur’an (untuk wirid harian). Mereka berkata: 3 surat, 5 surat, 7 surat, 9 surat, 11 surat, dan dari surat Qaf sampai selesai. (HR. Ahmad). Yaitu maksudnya mereka membagi wirid Al-Quran sebagai berikut:

- Hari pertama: membaca surat “al fatihah” hingga akhir surat “an-nisa”,
- Hari kedua: dari surat “al maidah” hingga akhir surat “at-taubah”,
- Hari ketiga: dari surat “yunus” hingga akhir surat “an-nahl”,
- Hari keempat: dari surat “al isra” hingga akhir surat “al furqan”,
- Hari kelima: dari surat “asy syu’ara” hingga akhir surat “yaasin”,
- Hari keenam: dari surat “ash-shafat” hingga akhir surat “al hujurat”,
- Hari ketujuh: dari surat “qaaf” hingga akhir surat “an-naas”.

Wirid Rasulullah – صلى الله عليه وسلم – di singkat oleh para ulama dengan perkataan: فمي بشوق (famii bisyauqi). Dimana setiap huruf dari kata ini merupakan surat awal dari kelompok surat yang dibaca setiap hari.


Bagaimana membedakan antara ayat-ayat mutasyaabih/mirip di dalam Al-Qur’an?

Cara yang paling afdhal jika anda mendapati 2 ayat yang mirip adalah dengan membuka mushaf pada setiap ayat yang mirip tersebut, lalu perhatikanlah perbedaan diantara kedua ayat tersebut kemudian berikanlah tanda yang dapat mengingatkan anda akan perbedaan itu. Lalu ketika anda memuraja’ah, perhatikanlah perbedaan yang anda tandai sebelumnya beberapa kali hingga anda mantap menghafal tentang kemiripan dan perbedaan diantara keduanya.


Kaedah-kaedah dan batasan-batasan dalam menghafal Al-Qur’an

• Wajib bagi anda menghafal dengan bantuan seorang ustadz/syeikh untuk membenarkan bacaan anda
• Hafallah 2 halaman setiap hari. Satu halaman setelah Subuh, dan satu halaman lagi sesudah Ashar atau sesudah Maghrib. Dengan cara ini, maka anda akan mampu menghafal Al-Qur’an seluruhnya dengan mutqin/kokoh dalam waktu satu tahun.
• Adapun jika anda menambah hafalan diatas 2 halaman setiap hari maka hafalan anda akan lemah disebabkan semakin banyaknya ayat yang harus dijaga..
• Hendaklah menghafal dari surat An-Naas sampai Al-Baqarah karena hal tersebut lebih mudah. Namun setelah selesai menghafal seluruh Al-Quran, hendaklah muraja’ah anda dimulai dari surat Al-Baqarah sampai An-Naas
• Hendaklah menghafal dengan menggunakan satu cetakan mushaf karena hal ini dapat menolong anda dalam memantapkan hafalan dan meningkatkan kecepatan dalam mengingat posisi-posisi ayat serta awal dan akhir setiap halaman Al-Qur’an.
• Setiap orang yang menghafal dalam 2 tahun pertama biasanya masih mudah kehilangan hafalannya. Masa ini dinamakan dengan Marhalah Tajmi’ (fase pengumpulan). Janganlah bersedih atas mudahnya hafalan anda hilang atau banyaknya kekeliruan anda. Karena memang fase ini merupakan fase cobaan yang sulit. Dan waspadalah, karena syaithan akan mengambil kesempatan ini untuk menggoda anda agar berhenti dari menghafal Al-Qur’an. Maka janganlah perdulikan rasa was-was syaithan tersebut dan teruskan menghafal karena sesungguhnya itu adalah harta yang sangat berharga yang tidak diberikan pada setiap orang.


Artikel:
http://www.salafiyunpad.wordpress.com/