Sunday, November 28, 2010

Nasihat Untuk Ibu Muslimah

Segala puji bagi Allah. Semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepada Rasulullah, para keluarga dan para sahabat beliau, serta kepada orang-orang yang mengikuti jalan dan petunjuk beliau sampai hari pembalasan.

Selanjutnya, saya tulis beberapa baris berikut ini untuk setiap ibu yang telah rela menjadikan Allah sebagai Rabbnya, Islam sebagai agamanya dan Muhammad sebagai Nabinya, Saya menulisnya dari hati seorang anak yang saat ini sedang merenungi firman Allah:

“Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya, jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’, janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah: “wahai Rabbku, kasihilah mereka berdua, sebagaimana mereka mendidik aku waktu kecil.” (QS. Al-Isra’: 23-24).


“Dan Kami perintakan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kedua ibu bapakmu.” (QS. Luqman:14).


Saya menulis baris-baris ini kepada orang yang paling berhak mendapatkan perlakuan baik dariku.

Dari Abu Hurairah rad. berkata: seseorang datang kepada Rasulullah saw dan bertanya: “wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak mendapatkan perlakuan baik dariku? Beliau menjawab: Ibumu. “tanyanya lagi: “kemudian siapa? Beliau menjawab: "Ibumu". "tanyanya lagi: ‘kemudian siapa? “Beliau menjawab: "Ibumu” kemudian tanyanya lagi: “kemudian siapa? Beliau mejawab: Bapakmu.” (Muttafaq alaih).


Wahai ibuku, bagaimanakah saya harus mengungkapkan perasaan yang terpendam dalam hati ini? Tak ada ungkapan yang lebih benar, yang saya dapatkan, kecuali firman Allah swt:


“Katakanlah: "wahai Rabbku, kasihilah mereka berdua, sebagimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” (QS. Al-Isra’:24).


“Wahai ibuku, jadilah – semoga Alah memberi petunjuk – seorang mu’minah, yang beriman kepada Allah dan para Rasul-Nya. Jadilah seorang yang rela menjadikan Allah sebagai Rabbnya, Islam sebagai agamanya, dan Muhammad saw sebagai Nabi dan Rasulnya.


Dari Al-Abbas bin Abdul Muttalib t bahwa Nabi saw pernah bersabda:

“Telah merasakan nikmatnya iman, orang yang rela menjadikan Allah sebagai Rabbnya, Islam sebagi agamanya, dan Muhammad sebagai Rasulnya.” (HR. Muslim).


Wahai ibuku, hendaklah ibu mempersiapkan diri dengan bekal taqwa kepada Allah swt.

Allah swt. berfirman:

“Dan berbekallah, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa.” (QS.Al-Baqarah:197).


Selalulah merasa diawasi Allah setiap saat, baik ibu dalam keadaan sembunyi maupun terang-terangan.

Allah swt berfirman:

“Sesungguhnya bagi Allah tidak ada satupun yang tersembunyi di bumi dan tidak (pula) di langit.” (QS. Ali Imran:5).

Wahai ibuku, sinarilah seluruh kehidupan ibu dengan sinar Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah saw karena di dalam keduanya terdapat kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dan hindarilah wahai ibuku, dari perbuatan yang mengikuti hawa nafsu, karena Allah swt. Berfirman:

“Maka apakah orang yang berpegang pada keterangan yang datang dari Rabbnya sama dengan orang yang (telah dijadikan oleh syetan) memandang perbuatannya yang buruk itu sebagai perbuatan baik dan mengikuti hawa nafsunya.” (QS. Muhammad:14).


Hendaklah akhlak ibu adalah Alqur’an.

Dari Aisyah berkata: “Akhlak Nabi adalah alqur’an”.

Wahai ibuku, jadilah suri tauladan yang baik untuk anak-anak ibu, dan berhati-hatilah jangan sampai mereka melihat ibu melakukan perbuatan yang menyimpang dari perintah Allah swt. dan Rasul-Nya swt karena anak-anak biasanya banyak terpengaruh oleh ibunya.


Wahai ibuku, jadilah ibu sebagai isteri solehah merupakan nikmat bagi sang suami, agar anak-anak ibu dapat terdidik dengan pertolongan Allah dalam suatu rumah yang penuh kebahagiaan suami-isteri.


Wahai ibuku, saya wasiatkan – semoga Allah menjaga ibu dari segala kejahatan dan kejelekan- agar ibu memperhatikan tunas-tunas mekar dari anak-anak ibu dengan pendidikan Islam, karena mereka merupakan amanat dan tanggung jawab yang besar bagi ibu, maka peliharalah mereka dan berilah hak pembinaan mereka.


Allah swt berfirman:

“Dan orang-orang yang memelihara amanah dan janjinya.” (QS. Al-Mu’minun:8).


Rasulullah saw bersabda: “Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap kamu bertanggungjawab terhadap yang dipimpinnya.” (Muttafaq alaih).


Wahai ibuku, hendaklah rumah ibu merupakan contoh yang benar bagi rumah keluarga muslim, tidak terlihat di dalamya suatu yang diharamkan dan tidak pula terdengar suatu kemungkaran, sehingga anak-anak- dapat tumbuh dengan penuh keimanan, mempunyai akhlak yang baik, dan jauh dari setiap tingkah laku yang tidak baik.


Wahai ibuku, jadilah ibu –semoga Allah memberi taufiq kepada ibu untuk setiap kebaikan- sebagai isteri yang dapat bekerja sama dengan suami ibu dalam memahami problematika dan kesulitan yang dihadapi anak-anak, dan bersama-sama mencarikan upaya penyelesaiannya dengan cara yang benar. Hendaknya ibu bersama bapak mempunyai peranan yang besar dalam memilihkan teman-teman yang baik untuk mereka, dan menjauhkan mereka dari teman-teman yang tidak baik. Perhatikan penjagaan mereka, agar terjauhkan dari sarana yang merusak akhlak mereka, kerena kita sekarang berada pada zaman yang penuh dengan penganjur kerusakan, baik dari golongan manusia maupun dari golongan jin. Perhatikan sungguh-sungguh pernikahan putera-puteri ibu bapak di suia mereka sedini mungkin dan bantulah mereka, karena perkawinan itu akan lebih menjaga mata dan keselamatan seksual mereka, dimana Rasulullah saw telah menjelaskan hal ltu:

“Wahai seluruh kaum remaja, barangsiapa di antara kamu telah mempunyai kemampuan maka kawinlah, karena hal itu lebih membantu menahan pandangan mata dan menjaga kelamin. Dan barangsiapa belum mampu, hendaknya berpuasa, karena itu merupakan ubat baginya.” (Muttafaq alaih).


Wahai ibuku, peliharalah shalat lima waktu pada waktunya masing-masing terutama shalat fajar, Allah swt. berfirman:

“Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (An-Nisa’:103).


Usahakan untuk selalu khusyu’ dalam shalat. Allah saw berfirman:

“Sesunguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya.” (QS. Al-Mu’minun: 1-2).


Dan dengan itu, ibu menjadi suri tauladan yang baik bagi putera-puteri ibu.

Wahai ibuku, jadilah suri tauladan yang baik bagi putera-puteri ibu dalam keteguhan memakai pakaian hijab syar’i yang sempurna, terutama tutup wajah. Hal itu sebagai ketaatan kita kepada perintah Sang Pencipta langit dan bumi dalam firman-Nya:

Hai Nabi, katakanlah kepada para isterimu, puteri-puterimu, para isteri orang-orang mu’min, agar mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab:59).


Wahai ibuku, hendaknya rasa malu merupakan akhlak yang ibu miliki, karena demi Allah malu itu termasuk bagian dari iman.

Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah saw pernah melewati seorang dari kaum Anshar yang sedang menasehati saudaranya tentang rasa malu, kemudian Rasulullah saw bersabda: “Biarkan dia, karena sesungguhnya malu itu termasuk bagian dari iman.” (Muttafaq alaih).


Wahai ibuku, hendaknya do’a kepada Allah merupakan senjata bagi ibu dalam mengarungi kehidupan ini, dan bergembiralah dengan akan datangnya kebaikan, karena Rabb telah menjanjikan kita dengan firman-Nya:

Dan tuhanmu berfirman: ‘berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Ku perkenankan bagimu.” (QS. Al-Mu’min: 60).


Dari An-Nu’man bin Basyir dari Nabi saw bersabda:

“Do’a adalah ibadah.” (riwayat Abu Daud, dan Tirmizi, ia berkata: hadist hasan shahih).


Kepada Allah aku memohon agar menjaga ibu dengan penjagaan-Nya, memelihara ibu dengan pemeliharaan-Nya, membahagiakan ibu di dunia dan akhirat, dan mengumpulkan kita, ibu-ibu kita, bapak-bapak kita, dan seluruh kaum muslimin dan muslimat di dalam surga-Nya yang ni’mat. Sesungguhnya Rabbku Maha Dekat, Maha Mengabulkan dan Mendengarkan do’a.

Disusun Oleh:

YUSUF BIN ABDULLAH AT TURKI

Penerjemah:

ABU AZKA FARIDY


Murajaah :

Erwandi Tarmizi. MA & Abu Ziyad

ARTIKEL DARIPADA ISLAMONLINE.com

Wednesday, November 17, 2010

Teks Wasiat Syaikh Al-Albani



PENGERTIAN WASIAT

Wasiat ialah suatu hasrat atau keinginan yang dizahirkan secara lisan atau bertulis oleh seseorang mengenai hartanya untuk diuruskan selepas berlaku kematiannya. Tetapi wasiat yang dibuat secara lisan adalah terdedah kepada fitnah akibat arahan yang tidak jelas dan boleh dipertikaikan di kalangan ahli waris.


Sesiapa yang meninggal dunia dengan meninggalkan wasiat maka dia mati di atas jalan Islam dan mengikut sunnah. Dia mati dalam keadaan bertaqwa, bersyahadah dan dalam keadaan diampunkan.

- Hadis riwayat Ibnu Majjah-


Penulis rasakan ingin bekongsi dengan semua yang membaca akan artikel di bawah yang berkaitan dengan wasiat seorang ulama muhaddithin mutakhirin yang membuatkan terkesima penulis dibuatnya apabila membaca isi wasiatnya untuk keluarganya. Pastinya ada mesej yang ingin disampaikan oleh beliau yang dirasakan penting untuk beliau wasiatkan sebelum beliau meninggalkan alam ini. Lebih-lebih lagi akan perkara yang boleh membantu beliau semasa berada di alam barzakh kelak.

Bagi setiap insan apabila melibatkan hal kematian pasti kebiasaannya bagi saudara yang kejauhan lebih-lebih lagi anak-anak si mati yang berada diperantauan akan diusahakan juga untuk pulang bagi menatap wajah kali terakhir insan tersayang yang telah menemui Ilahi. Itu sahaja kesempatan yang ada mungkin akan cuba diambil terutama bagi saudara yang rapat dengan si mati. Tetapi adakalanya apabila melibatkan jarak tempat yang agak jauh walaupun punyai kemudahan kenderaan, jalan raya dan sebagainya adakalanya ianya akan mengambil masa yang agak lama juga untuk sampai ke destinasi. Hinggakan ada sesetengah tu mengambil keputusan menangguhkan proses pengebumian jenazah asbab menunggu saudara atau waris si mati. Dalam Islam sebenarnya ini adalah dilarang kerana penyegeraan pengebumian jenazah adalah amat-amat dianjurkan disegerakan.


Wasiatku

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Aku wasiatkan kepada isteri dan putra-putriku, teman-teman dan siapa saja yang mencintaiku:

1. Jika sampai kepadanya berita kematianku, hendaklah yang pertama dilakukannya, memanjatkan do'a (kepada Allah جل جلا له.Pent) agar aku diampuni dan dirahmati. Jangan tangisi atas kematianku dengan cara niyahah (meratapi) dan mengeraskan suara.

2. Hendaklah segera menguburkanku dan jangan beritakan kepada kerabat serta saudara-saudaraku terkecuali setelah melaksanakan apa yang menjadi kewajiban mereka dalam mempersiapkan jenazahku. Hendaklah saudara Izat Khidlir Abu 'Abdillah (tetangga dan temanku yang ikhlas), memimpin pemandian jenazahku bersama orang-orang yang ditunjuk untuk membantu­nya.

3. Aku memilih dikuburkan di pekuburan yang terdekat (dari rumah kematianku Pent), agar tidak memaksakan para pelayat yang membawa jenazahku untuk meletakkannya di sebuah kereta jenazah, yang tentunya para pengantarpun akan mengendarai kendaraan mereka mengiringi jenazahku. Hendaklah aku di­kuburkan di pekuburan lama yang diyakini tidak akan ada pembongkaran.

Bagi mereka yang berada di negeri tempat wafatku, agar tidak menyampaikan berita kematianku kepada putra-putriku yang berada di luar negeri apalagi kepada selain mereka, terkecuali se­telah jenazahku diantarkan ke pemakaman. (Hal ini saya maksudkan) agar mereka tidak dikuasai oleh luapan perasaan yang dapat mendorong mereka untuk berbuat apa saja, sehingga menyebab­kan tertundanya pemakaman jenazahku.

Aku mohon kepada Allah جل جلا له agar berjumpa dengan-Nya, dalam keadaan dosa-dosaku telah diampuni-Nya baik yang ter­dahulu maupun yang kemudian.

Demikian pula, aku wasiatkan seluruh isi perpustakaanku agar diserahkan kepada perpustakaan Universitas Islam Madinah al-Munawwarah, baik berupa kitab yang telah dicetak, foto copy, manuskrip yang kutulis dengan tanganku atau ditulis oleh orang selainku, (hal ini kulakukan -Pent) karena ketika menjadi dosen di-sana, aku memiliki kenangan dan kesan-kesan indah tatkala ber­dakwah mengajak manusia kepada al-Qur'an dan as-Sunnah sesuai dengan manhaj Salafush Shalih.

Dengan demikian aku berharap semoga dapat memberi manfaat kepada pengunjungnya sebagaimana pemiliknya pada saat itu, telah memberi manfaat kepada para mahasiswanya, dan semoga dengan keikhlasan dan do'a mereka akan bermafaat bagiku.

رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحاً تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

"Ya Rabbku tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan agar aku dapat melakukan amal shaleh yang Engkau ridhai serta berikanlah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada-Mu dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri." (QS. Al-Ahqaaf: 15-Pent).


(Muhammad Nashiruddun Al-Albani - 28 Jumadil Ula 1410 H)


Wednesday, November 3, 2010

Peringatan Buatmu Wahai Pemimpin



Pada ketika ini pengurusan parti politik negara pastinya sibuk dengan persiapan untuk sesi pengundian pada 4hb Nov ini bagi dua kawasan di Galas, Kelantan dan Batu Sapi, Sabah. Pelbagai kerenah bagi mereka yang boleh kita saksikan di media-media massa. Kalau hanya di media massa utama seperti di televisyen hanya sebelah pihak sahaja yang mempromosikan kemampuan dan disamping pemberitahuan umum akan kelemahan pihak yang lain. Penulis tak bermaksud nak ulas panjang pasal isu pihak parti yang bertanding. Pemilihan adalah berdasarkan kebijaksanaan pengundi dalam memilih individu yang dirasakan mampu untuk mentadbir kawasan masing-masing untuk tempoh masa yang tertentu. Kadang-kadang di Malaysia ni apabila ada sahaja pilihanraya kecil bagi sesuatu kawasan pasti banyak bantuan serta kemudahan yang kadang-kadang sebelum ini dah bertahun-tahun tak diperoleh.

Info berkaitan di bawah penulis rasakan kewajaran untuk sesiapa yang bercita-cita untuk jadi pemimpin lebih-lebih lagi yang memimpin masyarakat kerana amaran awal diberi kepada seorang sahabat yakni Abu Zarr yang mana Abu Zarr meminta Nabi SAW melantiknya sebagai gabenor di sebuah wilayah tetapi Nabi SAW menasihati bahawa jadi pemimpin ini adalah amanah paling besar yang mana seseorang itu boleh mendapat kebahagiaan dan juga kecelakaan oleh kerananya. Tapi zaman ini sebaliknya kerana kadang-kadang bukan amanah yang diutamakan tetapi adalah sekadar untuk kekuasaan dalam mendapatkan kepuasan diri yakni kekayaan duniawi semata.


Andaikan seorang yang punyai sebuah kereta mewah seperti Ferrari atau Lamborghini tetapi apabila melalui kawasan yang penuh kesesakan juga pasti akan tersangkut beserta dengan kereta lain yang sememangnya lebih rendah dan murah. Tetapi dalam masa yang sama bagi mereka yang bergelar Menteri atau Raja yang selalu didahului oleh polis peronda pasti akan mudah melalui jalan –jalan tersebut hatta jalan tersebut mengalami kesesakan. Itulah bezanya orang yang kaya tetapi tidak berkuasa berbanding mereka yang kaya dan mempunyai kekuasaan.

Quantcast
Barangsiapa yang yakin akan kebangkitan kelak di padang masyar pastinya akan jadikan dua sumber utama dalam kehidupan iaitu Al-Quran dan As-Sunnah sebagai panduan dalam segala bentuk pengamalan yang kita lakukan di dunia kerana semua ini sudah termaktub amaran dan juga panduan untuk sesiapa yang bergelar insan praktikkan dalam kehidupan. Ini kerana apa jua yang kita lakukan di dunia ini pastinya kita akan tuai kelak di akhirat. Maka beruntung bagi mereka yang berjaga-jaga lebih awal dan bersedia untuk menghadapi semua itu kelak. Apapun ketaatan yang mutlak hanya untuk Allah dan Rasul tidak kepada pemimpin. Wajib taat kepada sebarang perintah yang maaruf tetapi tidak kepada perintah yang mungkar. Tetapi kejelasan ini tidak bermaksud kita boleh untuk memerangi pemimpin selagi mana pemimpin kita itu adalah muslim yakni masih berkiblatkan kaabah.


Allah ta’ala telah berfirman :
إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَظْلِمُونَ النَّاسَ وَيَبْغُونَ فِي الأرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat ‘adzab yang pedih” [QS. Asy-Syuuraa : 42].

كَانُوا لا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ
“Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu” [QS. Al-Maaidah : 72].


Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda :
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ…
”Setiap orang di antara kalian adalah pemimpin, dan setiap orang di antara kamu akan dimintai pertanggungan jawaban atas apa yang dipimpinnya…”.[1]

مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا.
”Barangsiapa yang menipu kami, maka ia bukan termasuk golongan kami”.[2]

الظُّلْمُ، ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
Kezaliman itu merupakan kegelapan di hari kiamat”.[3]

أَيُّمَا رَاعٍ غَشَّ رَعِيَّتَهُ فَهُوَ فِي النَّارِ.
”Pemimpin mana saja yang menipu rakyatnya, maka tempatnya di neraka”.[4]

مَنِ اسْتَرْعَاهُ اللهُ رَعِيَّةً ثُمَّ لَمْ يُحِطْهَا بِنُصْحٍ إِلَّا حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الجَنَّةَ. متفق عليه. وفي لفظ : يَمُوتُ حِينَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاسِ لِرَعِيَّتِهِ إِلَّا حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ.
”Barangsiapa yang diangkat oleh Allah untuk memimpin rakyatnya, kemudian ia tidak mencurahkan kesetiaannya, maka Allah haramkan baginya syurga” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim]. Dalam lafadh yang lain disebutkan : ”Ia mati dimana ketika matinya itu ia dalam keadaan menipu rakyatnya, maka Allah haramkan baginya surga”.[5]


مَا مِنْ أَمِيْرِ عَشْرَةٍ إِلَّا يُؤْتَى بِهِ مَغْلُولَةً يَدَهُ إِلَى عُنُقِهِ، أطْلَقَهُ عَدْلُهُ أَوْ أوْبَقَهُ جَورُ
”Tidaklah ada seorang pun yang memimpin sepuluh orang, kecuali ia didatangkan dengannya pada hari kiamat dalam keadaan tangannya terbelenggu di lehernya. Entah keadilannya akan membebaskannya ataukah justru kemaksiatannya (kezalimannya) akan melemparkanya (ke neraka)”.[6]

اللَّهُمَّ مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ هَذِهِ أُمَّتِي شَيْئاً فَرَفَقَ بِهِمْ، فَارْفُقْ بِهِ. وَمَنْ شَقَّ عَلَيْهَا فَاشْفُقْ عَلَيْهِ. رواه مسلم.
”Ya Allah, siapa saja yang mengurus urusan umatku ini, yang kemudian ia menyayangi mereka, maka sayangilah ia. Dan siapa saja yang menyusahkan mereka, maka susahkanlah ia” [Diriwayatkan oleh Muslim].[7]

سَيَكُونُ أُمَرَاءُ فَسَقَةٌ جَوَرَةٌ، فَمَنْ صَدَّقَهُمْ بِكَذِبَهُمْ، وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَلَيْسَ مِنِّي وَلَسْتُ مِنهُ، وَلَنْ يَرِدَ عَلَيَّ الْحَوْضَ.
”Akan ada nanti para pemimpin yang fasiq lagi jahat. Barangsiapa yang membenarkan kedustaan mereka dan menolong kedhalimannya (atas rakyatnya), maka ia bukan termasuk golonganku dan aku bukan termasuk golongannya. Ia tidak akan sampai pada Al-Haudl (telaga)”.[8]

مَا مِنْ قَوْمٍ يُعْمَلُ فِيهِمْ بِالْمَعَاصِي هُمْ أَعَزُّ وَأَكثَرُ مِمَّنْ يَعمَلُهُ، ثُمَّ لَمْ يُغَيِّرُوا إِلَّا عَمّهُمُ اللهُ بِعِقَابٍ.
”Tidaklah satu kaum yang di dalamnya dikerjakan satu perbuatan maksiat, dimana mereka yang tidak mengerjakan kemaksiatan itu lebih kuat dan lebih banyak daripada yang mengerjakannya, namun mereka tidak mengubah kemaksiatan tersebut; niscaya Allah akan menimpakan hukuman adzab pada mereka semua”.[9]

وروى أبو عبيدة بن عبد الله بن مسعود، عن أبيه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : وَالَّذَي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ، وَلَتَأْخُذَنَّ عَلَى يَدِ الْمُسِيءِ، وَلَتَأْطِرُنَّهُ عَلَى الْحَقِّ أَطْراً، أَوْ لَيَضْرِبَنَّ الله بِقُلُوبِ بَعْضِكُمْ عَلَى بَعْضٍ ثُمَّ يَلْعَنَكُمْ كَمَا لَعَنَهُمْ – يعني بني إسرائيل – عَلَى لِسَانِ دَاوُدَ وَعِيسَى ابْن مَرْيَمَ.
Abu ’Ubaidah bin ’Abdillah bin Mas’ud meriwayatkan dari ayahnya, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam : “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, hendaklah kalian menyuruh yang ma’ruf dan mencegah yang munkar, mengambil tangan orang-orang yang bersalah dan mengembalikannya kepada kebenaran dengan sebenar-benarnya; atau Allah akan memisahkan hati sebagian kalian dengan sebagian yang lain, kemudian Allah melaknat kalian sebagaimana Allah telah melaknat mereka – yaitu Bani Israail – melalui lisan Dawud dan ‘Isa bin Maryam”.[10]

Dan dari Aghlab bin Tamiim : Telah menceritakan kepada kami Al-Mu’allaa bin Ziyaad, dari Mu’aawiyyah bin Qurrah, dari Ma’qil bin Yasaar, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :
صِنْفَانِ مِنْ أُمَّتِيْ لَا تنَالُهُمَا شَفَاعَتِيْ : سُلْطَانٌ ظَلُوْمٌ غَشَوْمٌ، وَغَالٍ فِي الدِّيْنِ، يَشْهَدُ عَلَيْهِمْ وَيَبْرَأُ مِنْهُمْ
“Ada dua golongan dari umatku yang tidak akan disentuh oleh syafa’atku :
(1) seorang pemimpin yang dhalim lagi penipu, dan
(2) orang yang berlebih-lebihan dalam agama (ghulluw) yang bersaksi atas (kepemimpinan) mereka namun berlepas diri dari mereka”
.

Hadits ini lemah (dla’iif). Ibnu Maalik telah meriwayatkan dimana ia berkata : Telah berkata Manii’ : Telah menceritakan kepadaku Mu’aawiyyah bin Qurrah, dengan lafadh semisal. Adapun Manii’ ini, tidak diketahui siapa dia sebenarnya.[11]

Telah berkata Muhammad bin Juhaadah, dari ‘Athiyyah, dari Abu Sa’iid Al-Khudriy secara marfuu’ :
أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِمَامٌ جَائِرٌ
“Orang yang paling pedih/keras siksanya pada hari kiamat adalah pemimpin/imam yang zalim”.[12]

Dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :
أَيُّهَا النَّاسُ : مُرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ قَبْلَ أَنْ تَدْعُوا اللهَ فَلَا يَسْتَجِيْبُ لَكُمْ، وَقَبْلَ أَنْ تَسْتَغْفِرُوهُ فَلَا يَغْفِرُ لَكُمْ، إِنَّ الْأَمْرَ بِالْمَعْرُوْفِ وَالنَّهْيَ عَنِ الْمُنْكَرِ لَا يَدْفَعُ رِزْقًا وَلَا يُقَرِّبُ أَجَلًا، وَإِنَّ الَأَحْبَارَ مِنَ الْيَهُودِ وَالرُّهْبَانَ مِنَ النَّصَارَى لَمَّا تَرَكُوا الْأَمْرَ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْيَ عَنِ الْمُنْكَرِ لَعَنَهُمُ اللهُ عَلَى لِسَانِ أَنْبِيَائِهِمْ ثُمَّ عَمَّهُمْ بِالْبَلَاءِ
“Wahai sekalian manusia : Perintahkanlah untuk berbuat yang ma’ruf dan melarang perbuatan mungkar sebelum kalian berdoa kepada Allah namun Ia tidak mengabulkannya, dan sebelum kalian meminta ampun kepada-Nya, namun Ia tidak mengampuni kalian. Sesungguhnya memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang dari perbuatan munkar tidak berakibat tertahannya rezeki dan mendekatkan apa yang tertahan/tertunda. Dan sesungguhnya para rahib dari kalangan Yahudi dan pendeta dari kalangan Nashrani ketika mereka meninggalkan perbuatan memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang dari perbuatan mungkar, Allah melaknat mereka melalui lisan para nabi mereka, kemudian menimpakan bencana pada mereka secara merata”.[13]

Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu dari urusan kami yang bukan berasal darinya, maka ia tertolak.[14]

مَنْ أَحْدَثَ حَدَثًا أَوْ آوَى مُحْدِثًا فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ، لَا يُقْبَلُ مِنْهُ صَرفًا وَلَا عَدْلًا
“Barangsiapa yang melakukan perbuatan jahat atau melindungi pelaku kejahatan, maka baginya laknat dari Allah, para malaikat, dan seluruh manusia. Tidak diterima darinya amal wajib maupun amal sunnah (yang ia kerjakan)”.[15]

مَنْ لَا يَرْحَمُ لَا يُرْحَمُ
“Barangsiapa yang tidak menyayangi (saudaranya), maka ia tidak akan disayangi (oleh Allah)”.[16]

لَا يَرْحَمُ اللهُ مَنْ لا يَرْحَمُ النَّاسَ
“Allah tidak akan menyayangi orang yang tidak menyayangi manusia”.[17]

مَا مِنْ أَمِيْرٍ يَلِي أُمُورَ الْمُسْلِمِيْنَ لَا يَجْهَدُ لَهُمْ وَيَنصَحُ لَهُمْ؛ إِلَّا لَمْ يَدْخُلْ مَعَهُمُ الْجَنَّةَ
“Tidak ada seorang pemimpin/penguasa pun yang diserahi urusan kaum muslimin kemudian ia tidak bersungguh-sungguh mengurusi mereka dan menasihati mereka, melainkan ia tidak akan masuk surga bersama mereka”.[18]

مَنْ وَلَّاهُ اللهُ شَيئًا مِنْ أُمُوْرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَاحْتَجَبَ دُونَ حَاجَتِهِمْ وَخَلَّتِهِمْ وَفَقْرِهِمْ احْتَجَبَ اللهُ دُونَ حَاجَتِهِ وَفَقْرِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa yang diserahi kepemimpinan terhadap urusan kaum muslimin namun ia menutup diri tidak mau tahu kebutuhan mereka dan kefakiran mereka, niscaya Allah tidak akan memperhatikan keperluannya dan kefakirannya di hari kiamat”. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmidziy.[19]

الْإِمَامُ الْعَادِلُ يُظِلُّهُ اللهُ فِي ظِلِّهِ
“Imam yang ‘adil akan dinaungi oleh Allah (pada hari kiamat) di bawah naungan-Nya”.[20]

الْمُقْسِطُونَ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ، الَّذِيْنَ يَعْدِلُونَ فِي حُكْمِهِمْ وَأَهْلِيْهِمْ وَمَا وَلُوا
“Orang-orang yang ‘adil berada di mimbar-mimbar yang terbuat dari cahaya, di mana mereka berbuat ‘adil dalam hukum mereka, keluarga mereka, dan siapa saja yang berada di bawah kepemimpinan mereka”.[21]

شِرَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِيْنَ تَبْغُضُوْنَهُمْ وَيُبْغِضُوْنَكُمْ، وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ. قالوا : يا رسول الله ! أفلا ننابذهم ؟ قال : لَا، مَا أَقَامُوا فِيْكُمُ الصَّلَاةَ
“Seburuk-buruk pemimpin kalian adalah (orang) yang kalian membencinya dan mereka pun membenci kalian, kalian melaknatnya dan mereka pun melaknat kalian”. Para shahabat bertanya : “Wahai Rasulullah, tidakkah kita boleh menyingkirkannya ?”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidak, selama mereka mendirikan shalat di tengah-tengah kalian”.[22] Keduanya (yaitu hadits ini dan sebelumnya) diriwayatkan oleh Muslim.

إِنَّ اللهَ لَيُمْلِي لِلظَّالِمِ حَتَّى إِذَا أَخَذَهُ لَمْ يُفْلِتْهُ، ثُمَّ قَرَأَ : {وَكَذَلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ الْقُرَى وَهِيَ ظَالِمَةٌ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ}. متفق عليه
“Sesungguhnya Allah benar-benar mengulur waktu bagi orang yang zalim hingga jika Ia mematikannya, Ia tidak akan meluputkannya”. Kemudian beliau membaca ayat : “Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras.[23] Diriwayatkan oleh Al-Bukhariy dan Muslim.

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata kepada Mu’aadz saat beliau mengutusnya ke negeri Yaman :
إِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ، وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللهِ حِجَابٌُ. متفق عليه
“Berhati-hatilah engkau terhadap harta-harta kesayangan mereka. Dan takutlah engkau terhadap doa orang yang terdhalimi, karena sesungguhnya tidak ada satu pun penghalang antaranya dan Allah”.[24] Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim.

إِنَّ شَرَّ الرِّعَاءِ الْخُطَمَةُ. متفق عليه
“Sesungguhnya seburuk-buruk penguasa adalah penguasa yang zalim”.[25] Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim.
ثَلَاثٌ لَا يُكَلِّمُهُمُ اللهُ……. فذكر منهم الملك الكذاب
“Ada tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah…………”. Kemudian beliau menyebutkan di antaranya pemimpin pendusta.[26]

Allah ta’ala berfirman :
تِلْكَ الدَّارُ الآخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِينَ لا يُرِيدُونَ عُلُوًّا فِي الأرْضِ وَلا فَسَادًا وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ
“Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa” [QS. Al-Qashshash : 83].

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّكُمْ سَتَحْرِصُوْنَ عَلَى الْإِمَارَةِ، وَسَتَكُوْنُ نَدَامَةَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. رواه البخاري
“Sesungguhnya kalian akan sangat menginginkan kekuasaan (‘imarah) padahal kelak ia akan menjadi penyesalan di hari kiamat”. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari.[27]

إِنَّا وَاللهِ لَا نُوَلِّي هَذَا الْعَمَلَ أَحَدًا سَأَلَهُ، أَوْ أَحَدًا حَرَصَ عَلَيْهِ. متفق عليه
“Sesungguhnya kami – demi Allah – tidak akan menyerahkan pekerjaan (yaitu jabatan) ini kepada orang yang memintanya atau orang yang bercita-cita kepadanya”. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim.[28]

يَا كَعْبَ بْنِ عُجْرَةََ ! أَعَاذَكَ اللهُ مِنْ إِمَارَةِ السُّفَهَاء؛ أُمَرَاءُ يَكُونُونَ مِنْ بَعْدِيْ وَلَا يَهْتَدُونَ بِهَدْيِيْ، وَلَا يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِيْ. صححه الحاكم
“Wahai Ka’b bin ‘Ujrah ! Semoga Allah melindungimu dari kepemimpinan orang-orang pandir. Para pemimpin yang muncul setelahku dimana mereka tidak mengambil petunjuk dengan petunjukku dan mengambil sunnah dengan sunnahku”. Dishahihkan oleh Al-Haakim.[29]

ثَلَاثٌُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٍ لَا شَكَّ فِيْهِنَّ : دَعوَةُ الْمَظْلُومِ، وَدَعوَةُ الْمُسَافِرِ، وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ – سنده قوي
“Ada tiga doa mustajab yang tidak ada keraguan padanya : doa orang yang teraniaya, doa orang yang sedang bepergian (musafir), dan doa orang tua kepada anaknya”.[30] Sanadnya kuat.


Oleh : Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullah

[selesai – dikutip oleh Abu Al-Jauzaa’ dari kitab Al-Kabaair oleh Adz-Dzahabiy, hal. 37-44, tahqiq & takhrij : ‘Abdurrazzaaq Al-Mahdiy; Daarul-Kitaab Al-‘Arabiy, Cet. Thn. 1425 H]