Jika ia telah menetapkan suatu kebenaran, ia tetap nyatakan kebenaran, apapun yang terjadi. Walaupun harus berbeda dengan pendapat umum, juga pendapat penguasa. Akhir-akhir ini ummat Islam telah kehilangan panutan.
Ujian terberat bagi ulama adalah istiqamah dalam sikap dan pendirian. Pada ujian ini tidak sedikit ulama yang berguguran. Mereka tidak kuat memegang teguh prinsip, mudah mengalah atau dikalahkan.
Sampai akhir hayatnya ia tetap dalam posisinya seperti itu. Berkali-kali ia diisolir, berkalikali diintimidasi, tapi ia tak goyah untuk mempertahankan pendiriannya yang diyakini kebenarannya. Tak sejengkalpun ia mundur. Dari lisan Ibnu Taimiyah akhirnya muncul katakata mutiara: "Penjara ku adalah berkhalwat, pembuanganku adalah tempat hijrahku, dan pembunuhanku adalah syahid." Di setiap masa selalu saja kita jumpai ulama yang teguh pendirian seperti ini. Mereka adalah Ulama-ulama yang patut diteladani. Sayang, jumlah mereka terlalu sedikit jika dibandingkan dengan ulama yang suka menjual diri. Untuk menjadi panutan, seorang ulama tidak cukup hanya mengandalkan ilmunya. Kedalaman dan keluasan ilmu agama memang menjadi syarat mutlak, tapi tanpa moralitas yang tinggi, seorang ulama menjadi tidak berarti. Ulama menghiasi ilmunya dengan ketaqwaan, keikhlasan, kejujuran, dan keadilan.
Imam Malik pernah ditanya tentang seorang 'alim atau ulama. Ia menjawab, "Seorang yang 'alim tidak dikatakan 'alim sampai ia dapat mengamalkan secara khusus untuk dirinya suatu amalan yang tidak diwajibkan kepada manusia, dan ia tidak memberikan fatwa kepada orang lain tentang amalannya itu yang sekiranya ditinggalkan tidak berdosa." Kebanyakan ulama sekarang sempurna ketika berpidato. Isi ceramahnya tidak ada yang cacat. Semua berisi kebaikan dan anjuran untuk berbuat baik.
Akan tetapi jika sudah pada taraf pelaksanaan, justru sebagian dari mereka sendiri yang
"Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri padahal kamu membaca al-Kitab. Maka tidakkah kamu berfikir?" (al-Baqarah: 44)
Kepada mereka yang kemana-mana membawa al-Kitab tapi tidak diamalkannya, al-Qur'an lebih garang lagi dengan menjulukinya sebagai "khimar" (keledai). Adakah tamsil yang lebih buruk lagi? "Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka enggan memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu.
Di antara yang bisa menandai seorang ulama adalah kemampuannya dalam mengendalikan hawa nafsu. Ulama adalah orang yang paling mampu mengendalikan nafsu. Akan tetapi dalam kenyataannya masih banyak dijumpai ulama yang mengumbar hawa nafsunya. Akibatnya, jika mereka berfatwa, maka fatwanya cenderung mengikuti hawa nafsu, baik itu hawa nafsunya sendiri, maupun hawa nafsu orang lain. Hawa nafsu orang lain yang paling banyak mempengaruhi ulama dalam sejarah adalah hawa nafsu para penguasa yang diharapkan hadiah-hadiah dan ditakuti ancaman tindakannya.
Di antara jenis-jenis ulama yang buruk ada yang rakus, ada pula yang penakut. Kedua-duanya berusaha untuk mendekati penguasa, dengan cara memalsukan kenyataan yang ada, mengganti hukum-hukum, menyelewengkan maksud-maksud hukum, mengikuti kehendak hatinya, demi untuk memuaskan keinginan para penguasa. Terhadap kecenderungan itu, Allah Swt memperingatkan Rasulullah Saw dengan firman-Nya: "
Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syari'at (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syari'at itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.
Sebagian besar kesesatan mereka bukan tanpa sengaja, juga tanpa pengetahuan. Kesesatan mereka semata-mata karena dorongan hawa nafsu yang tak mampu dibendungnya. Mereka telah menjadi budak hawa nafsu. Allah berfirman:
"Dan mereka mengingkarinya karena kezhaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya." (an-Naml: 14)
Ulama yang lemah jiwanya dan sakit hatinya, selalu berusaha memoles kejahatannya dengan perhiasan yang menarik. Mereka rela membaktikan ilmunya untuk kepentingan politik, menjual agama dengan dunia, mengabdikan diri sebagai "pengeras suara" para penguasa. Tak segan-segan mereka juga rela berangkulan dengan syaitan-syaitan dan teman-temannya.
No comments:
Post a Comment